Langsung ke konten utama

PART I



Hari itu tempat les di bilangan Pajajaran sudah ramai dipenuhi siswa SMP. Tempat itu sudah hapal pasti aroma keringat siswa-siswa SMP setelah pulang sekolah. Hampir tiga bulan aku menginjakkan kaki di tempat istimewa itu untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Mengapa istimewa? Awalnya aku pun hanya ingin fokus pada 6 mata pelajaran itu, tapi keadaan tidak mendukungku untuk terlalu serius. Seperti ada yang membisikkan, “Ada yang harus kamu pelajari selain ini, Runy. Lihat sekelilingmu dan kamu akan menemukannya.” Tepat dua bulan masa les, bukan aku yang menemukan, tapi ada yang datang padaku.
Aku memasuki bangunan itu, yang lebih tepat disebut ruko. Belum sempat membuka lebar pintu masuk, dua orang siswi SMA datang menghampiriku. Mereka adalah temanku di sekolah yang juga les di tempat ini. “Run, hasil TO udah keluar tuh! Lagi-lagi lo dapet peringkat 10 besar. Lo ada di peringkat 5 se-Bogor! Ajarin kita dong!” Deka, salah satu temanku yang paling tomboy di sekolah menghujaniku dengan perkataannya.
Deka adalah gadis yang sangat cuek. Rambutnya lurus pendek, wajahnya oval dilengkapi dengan kacamata minus 0.75 nya. Lapangan basket adalah rumah kedua baginya setelah pulang dari sekolah. Dia termasuk siswi yang apatis. Aku pun baru mengenalnya sejak masuk kelas 9 ini. Aku berani bertaruh, dia hanya mengenal teman kelasnya sendiri. Dan itu memang terbukti saat aku bertanya siapa ketua OSIS sekarang dan dia menggeleng. Alasannya adalah karena ketua OSIS sekarang tidak pernah sekelas dengannya. Ada orang kayak dia, ya?
Reaksiku pertama kali adalah memukul bahu gadis berambut lurus pendek itu. Aku paling tidak suka ada yang meneriakiku, dan Deka tahu itu. Dia hanya nyengir memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi sembari menunjuk papan pengumuman. Reyna, satu lagi temanku, langsung meraih tanganku agar tidak terjadi Perang Dunia ke-3.
Reyna, satu lagi temanku. Dia adalah perempuan kuat! Kenapa? Karena dia sabar menghadapi kelakuan Deka selama 3 tahun. Dia selalu satu kelas dengan Deka. Thumbs up! Hanya dia yang mengetahui seluk-beluk pribadi Deka. Reyna anak yang aktif berorganisasi, berbeda dengan Deka. Namanya lumayan terkenal di angkatanku, dan yang terpenting dia fashionable, bukan hanya t-shirt dan celana tiga per empat seperti baju kebangsaan Deka. Reyna terlalu sibuk dengan kegiatannya sehingga tidak sadar bahwa banyak yang mengaguminya. Tapi ada salah satu kebiasaan jelek Reyna yang paling aku benci: Dia tidak bisa menjaga rahasia.
Aku memutuskan untuk langsung naik ke kelas bersama Reyna, meninggalkan papan pengumuman yang masih disesaki para siswa, dan juga Deka. Selama perjalanan menuju kelas yang berada di lantai 4, aku hanya tertawa melihat ekspresi Deka di bawah. Reyna ikut tertawa dan berjanji untuk melihat pertunjukkan seperti tadi lagi. Segera aku mengacungkan telunjuk ke arahnya, pertanda mengingatkan agar tidak berbuat aneh-aneh.
Kami memilih duduk di belakang. Kelas masih sepi. Sekitar 20 kursi masih tersusun rapi. Pendingin ruangan juga sudah agak lama dinyalakan oleh OB di situ, membuat kelas terasa nyaman.
Tiba-tiba saja Reyna berceletuk di sampingku, “Run, lo tahu gak? Gue lagi kagum sama seseorang.” Mataku melebar, lalu menoleh padanya memastikan bahwa aku tidak salah dengar. “Gue gak salah dengar, kan? Seorang Reyna yang super sibuk, akhirnya kepikiran juga soal cowok?” Tawaku menggema dan langsung diperintahkan untuk diam oleh Reyna. Aku langsung menutup mulut dengan kedua telapak tangan.
Setelah mengontrol diri, aku pun bertanya, “Siapa sih? Jangan-jangan satu les sama kita, ya?” Dengan pipi merona merah, Reyna menjawab, “Bukan Cuma satu les, tapi satu kelas di sini. Dimas, Run. Dimas yang…” Kata-kata Reyna hilang. Mataku kembali melebar, rahangku kaku seperti tak mau ada satu kata pun yang keluar dari mulutku, aku menelan ludah. Belum selesai kaget dengan cerita Reyna, dering sms menggetarkan bagian saku celanaku. Ada sms.
Dari: Dimas
“Run, les gak? Anak pinter mah les lah pasti haha. Gue otw nih”
Aku masukkan telepon genggamku kembali, menatap Reyna dengan senyum tipis yang aku buat sebagus mungkin. Perasaanku tidak keruan. Kata-kata Reyna tidak bisa lagi kudengar, tergantikan oleh suara hati yang merasa bersalah.
            Reyna, aku mecoba mengikuti bisikan hati, aku sudah mulai melihat sekeliling. Aku memang tidak menemukan, tapi ada yang datang padaku. Dimas yang datang. Rey, aku harap ini tidak akan jadi masalah yang besar, kataku dalam hati.
(BERSAMBUNG)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

99 Cahaya di Langit Eropa Part 1 (Film)

Setelah baca novel karya Hanum Rais setahun yang lalu, akhirnya film itu muncul. 99 Cahaya di Langit Eropa akhirnya dijadikan film! Seneng banget lah dan hari pertama main, langsung pengen nonton, tapi baru kesampean kemarin, 8 Desember 2013 bareng temen-temen XI IPA 2 :D Gue mau review film 99 Cahaya di Langit Eropa ya, mohon maaf yang belum nonton, diliat dulu review-nya juga boleh hehe.             Hanum yang ikut dengan suaminya, Rangga--yang melanjutkan studinya di Wina--sempat merasa bosan. Hanum ingin pulang ke Indonesia, tetapi lambat laun, dengan orang dan lingkungan yang baru dikenalnya, seketika Hanum jatuh cinta terhadap Eropa! Semua berawal dari Hanum mengikuti kursus Bahasa Jerman. Dia bertemu seorang wanita berhijab yang ternyata bernama Fatma Pasha. Singkat cerita, Hanum banyak belajar dari seorang Fatma. Pelajaran paling berharga, yang membuat Hanum jatuh cinta terhadap Eropa adalah, ternyata banyak sekali rah...

Tepat 17 Tahun

Bismillahirrahmanirrahim.          Bismillah mulai hari ini, 26 Juli 2014, lebih mendekatkan diri padaNya. Gue tahu ini kewajiban, gue tahu ini akan jadi pertanggungjawaban Ayah di akhirat kelak. Ilmu yang gue sekarang punya, masih kurang. Semoga dengan keputusan gue ini (eh bukan keputusan, ini kesadaran gue akan kewajiban dari Dia kepada seluruh muslimah), akan banyak hikmah yang kelak gue dapat.          Teman-teman yang sudah mendorong gue terus, yang sudah mencontohkan, yang udah berhasil menyindir dengan segala cara (jahat ya wkwk), yang enggak ada bosan-bosannya mengingatkan gue dan nanyain terus kapan mulai, terima kasih banyak! Tanpa peran kalian, mungkin hanya ada sebatas niat tanpa implementasi. Semoga kebaikan kalian dibalas dengan yang lebih baik dari Yang Maha Pemberi Nikmat. Aamiin.          Dan ini yang baru gue inget! Gue lahir di Bogor, 7...

Eco Fun Go! Festival, Meet My New Family!

          Menjadi seorang volunteer Eco Fun Go! Festival adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Pandangan saya tentang volunteer menjadi lebih luas. Menjadi volunteer dalam acara besar ini ternyata tidak hanya menambah pengalaman saya, tetapi juga keluarga, informasi, juga motivasi baru. Mungkin terdengar ambisius, tetapi saat ada ‘lowongan’ untuk menjadi volunteer , hati saya tergerak untuk ikut karena sejujurnya jam terbang saya menjadi volunteer sangat minim. “Mungkin, ini kesempatan yang baik,” kata saya dalam hati waktu itu.            Apa yang membuat saya tertarik? Atau apa motivasi saya menjadi volunteer di Eco Fun Go! Festival? Ini adalah pertanyaan klise mungkin, kalau saja diadakan wawancara dari pihak Ecofun Community. Alhamdulillah, mereka sedang menyaring mahasiswa yang tinggal di sekitaran Bogor supaya mudah untuk mengadakan rapat dan segala persiapanny...