Langsung ke konten utama

Deutsch Olympiade Part 1


Halo! Wir haben schon lange nicht getroffen, blogger! Posting kali ini, mau cerita tentang moment yang bisa dibilang “belum tentu dateng 2 kali.” Ya! Tanggal 16 November dan 30 November kemarin, gue ikutan olimpiade bahasa jerman. Is it great? Let me start!
Gue gausah pake bahasa yang berat-berat ya, nanti kalian malah gak ngerti jalan ceritanya. Boleh dibilang gue ini penggemar bahasa asing ya. Bahasa Indonesia pun gue jabanin kalo lagi mood belajar, tapi nilai di sekolah kenapa susah bagusnya ya? Entahlah. Iya, jadi intinya gue ini ikutan olimpiade bahasa jerman yang diadain Goethe Institute, do you know it? Goethe ini lembaga yang ada di Jakarta -search aja di google kalo masih penasaran- yang mengadakan Deutsch Olympiade ini. Tahun  lalu, kalo boleh jujur, gue udah ikutan seleksi olimpiade ini, tapi saying gak lulus saat seleksi di sekolah. Tahun ini pun kalo boleh jujur, gue gak lolos di tingkat sekolah, tetapi gue masih termasuk anak yang direkomendasikan oleh Pak Adrian :D Untuk ikut tingkat kota, gue emang harus bayar biaya pendaftaran, karena sekolah hanya membiayai beberapa anak. Gue pikir, “Ya udahlah, toh ini emang kewajiban gue bayar pendaftaran, yang penting pengalamannya.” Lega rasanya bisa ikut walaupun ini tahun pertama sekaligus tahun terakhir gue ikut olimpiade ini.
16 November 2013. Akademi Siswa Bangsa Internasional siap menampung gue dan keenam teman gue. Setelah berlatih maksimal, gue dan keenam teman gue-Savira, Sintya, Farah, Kinsky, Eksi, Laras- hanya bisa berdoa pada hari itu. Perasaan campur aduk pokoknya. Antara seneng bisa ikut olimpiade, takut kalo gak bisa ngerjain soal, dan sedih ngebayangin kalo kita gak masuk ke tahap selanjutnya. But, what’s our aim come to this place? Ya, hanya satu, olimpiade bahasa jerman! Siap gak siap, mau gak mau, siapa juga yang mau tahu kalo kita lagi stress? Siapa juga yang mau tau kalo kita lagi mumet dengan pikiran bercabang kita? Who cares. Waktu menunjukkan pukul 05.30, mobil Farah yang di dalamnya ada gue dan Laras juga, sudah nangkring di depan ASBI. Kita pun heboh:
“Anjir, ternyata ASBI deket banget!”
“Eh, demi apa ini baru jam setengah 6! Mau ngapain kita disini?”
“Katanya si bapak jauh, ini mah berangkat jam 7 juga gak akan telat adooh.”
Hahahaha, kalo inget itu, rasanya pengen balik ke waktu itu. Gimana gak kesel, mulai lombanya aja ternyata jam 09.45 kalo gak salah. Suara srek..srek..srek terus terdengar saat jam 09.45 mendekat, apalagi kalo bukan suara kertas dibolak-balik. Stres tambah menjalar di sekujur tubuh. Laras yang pusing langsung buka Al-Quran, Savira yang mengaku laper langsung makan snack yang dikasih, Eksi masih sibuk dengan buku jermannya yang entah ada berapa, sedangkan gue lebih memilih nonton video profil ASBI yang gak abis-abis, alias diulang terus. Suara host pun menambah dag dig dug jantung kami bertujuh. “Silakan tingkat A1 bisa mengikuti…,” WAAA udah disuruh masuk ruangan! Bismillahirahmanirahim.
                Di ruangan, gue panik walaupun dalam sikap duduk yang manis bangeett. Alhamdulillah, ada yang gak masuk dan gue bisa duduk agak depan. Panik gue mereda sebagian. Tapi kambuh lagi setelah Horen atau Listening-nya bahasa jerman mulai. Asli gue panic karena gak denger apa-apa. Denger sih, cuma ya tetep aja itu orang jerman yang di CD ngomongnya cepet banget! Udah hopeless aja dan setelah itu tetep berusaha ngerjain Lesen dan Schreiben atau Writing-nya bahasa jerman dengan baik. Setelah 1,5 jam yang terasa hanya 5 menit itu, kita pun bergegas menuju aula lagi, berusaha melupakan hectic nya ngerjain soal. Pak Adrian als Ketua Panitia hari itu sekaligus guru kita, cuma bisa senyum-senyum aja. Akhirnya kita dikasih makan siang, kita pun semangat ’45 menyambut makanan itu. Duduk lesehan adalah pilihan terbaik sambil mencoba membuka percakapan. Percakapan dimulai dan obrolan tidak jauh dari soal-soal tadi, sama aja dong. Setelah makan dan cuci tangan, kita balik lagi ke aula dan disuguhi video lomba vocal grup yang menyanyikan lagu bahasa jerman.
Pukul 14.00 kalo gak salah, pengumuman pun dibacakan. Kita sepakat gak berani liat muka Pak Adrian, karena setelah dilihat secara sekilas, muka beliau sangat menyeramkan (maaf ya, Pak). Pengumuman dimulai dari tingkat A1, yang ikut dari SMAN 1 Bogor itu Kinsky, Laras, dan Eksi. Alhamdulillah, Kinsky masuk tapi sayangnya Eksi dan Laras gak masuk ke tingkat provinsi. Lalu, tingkat A2 pun diumumkan! Yang ikut A2 itu gue, Savira, Sintya, dan Farah. Aduh mules pake banget, rasanya pengen langsung keluar ruangan itu. Posisi 10 lewat, 9 lewat.. “Maafin saya Pak kalo gak masuk,” dalam hati gue. Posisi 8 lewat, 7 lewat, 6 lewat, sampai akhirnya nama SMAN 1 Bogor disebut, “FARAH ADYANA dari SMAN 1 BOGOR!” Wooooaaa teriak langsung kita-kita. Posisi 4 pun dilanjutkan dan gak disangka-sangka itu nama gue. “RADEN AJENG FAADHILA RAMADHANTI dari SMAN 1 BOGOR!” Alhamdulillah, Alhamdulillah, dalam hati. Posisi 3 dilanjutkan dan lagi-lagi nama SMAN 1 Bogor disebut atas nama SINTYA ROSELINDA. Savira harap-harap cemas di kursinya, kita bertiga yang udah dipanggil ke depan pun tersenyum karena tahu dia yang paling pinter diantara kita berempat. Posisi 2 lewat dan tiba saatnya posisi pertama! “Posisi pertama dari SMAN 1 BOGOR, SAVIRA EKA PUTRI!” Senangnya bukan main, gak nyangka emapt-empatnya lolos ke tingkat provinsi. Alhamdulillah, dan akhirnya kita berani liat muka Pak Adrian yang seneng banget. Hari itu pun gue bersyukur banget bisa dikasih kesempatan luar biasa. Tahap provinsi akan dilaksanakan di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ada cerita apa di Bandung? Tunggu cerita selanjutnya ya, Blogger :D
Viele Grusse,
Faadhila

Komentar

Postingan populer dari blog ini

99 Cahaya di Langit Eropa Part 1 (Film)

Setelah baca novel karya Hanum Rais setahun yang lalu, akhirnya film itu muncul. 99 Cahaya di Langit Eropa akhirnya dijadikan film! Seneng banget lah dan hari pertama main, langsung pengen nonton, tapi baru kesampean kemarin, 8 Desember 2013 bareng temen-temen XI IPA 2 :D Gue mau review film 99 Cahaya di Langit Eropa ya, mohon maaf yang belum nonton, diliat dulu review-nya juga boleh hehe.             Hanum yang ikut dengan suaminya, Rangga--yang melanjutkan studinya di Wina--sempat merasa bosan. Hanum ingin pulang ke Indonesia, tetapi lambat laun, dengan orang dan lingkungan yang baru dikenalnya, seketika Hanum jatuh cinta terhadap Eropa! Semua berawal dari Hanum mengikuti kursus Bahasa Jerman. Dia bertemu seorang wanita berhijab yang ternyata bernama Fatma Pasha. Singkat cerita, Hanum banyak belajar dari seorang Fatma. Pelajaran paling berharga, yang membuat Hanum jatuh cinta terhadap Eropa adalah, ternyata banyak sekali rah...

Gelak Tawa dari Beragam Budaya

Viva La Komtung, kawan! Bahagia banget sih ada kontes blog review SUCI 5, jadi gue bisa memaparkan betapa sukanya gue dengan Stand Up Comedy ini. Awal gue suka sama SUCI itu tahun 2011 akhir, dimana SUCI 1 berlangsung, dan entah bagaimana gue langsung jatuh cinta sama SUCI. Gue ikutin terus acara Stand Up Comedy, entah acara tapping atau festival. Nah, yang paling ditunggu, ya, acara SUCI di KompasTV ini. Enggak kerasa, sekarang Season 5 udah kelar, dan enggak nyangka juga, cinta gue terhadap SUCI masih sama seperti 3,5 tahun lalu.             Percaya atau enggak, gue mencatat urutan-urutan komika yang tampil dari episode pertama sampai akhir. Ini gue awali dengan urutan di episode pertama, ya. Dan inilah komika-komika hebat yang bisa masuk ke tahap Show: 1.        Muhamad Tomi (TOMY) 2.        Ichsan Danny (BAIM) 3.        Indra...

Patah Hati dan Koala Kumal

Hari ini, satu lagi film Indonesia sekaligus karya penulis ternama, Raditya Dika, sudah saya tonton, walaupun nonton sendiri haha. Judulnya Koala Kumal. Bukunya sudah terlebih dahulu aku baca. Menurut pengalaman, film yang diadaptasi dari buku biasanya tidak lebih bagus dari bukunya. Tapi, film Raditya Dika ini bisa sesuai dengan bukunya dan tidak terlalu mengecewakan. Ini juga dikarenakan penulis, sutradara, dan aktor diperankan oleh Dika sendiri. Penulisan buku Dika yang satu ini rapi dan lebih serius dari buku-buku dia sebelumnya hehe. Alurnya sudah tidak asing dan mungkin juga banyak dialami oleh masyarakat. Tentang patah hati. Aku tidak akan membocorkan ceritanya di sini, jika memang kalian belum membaca buku sekaligus menonton filmnya. Pemainnya terarah dengan baik sehingga feel nya dapet dan penonton bisa ikut merasakan bagaimana saat menjadi Andrea, Dika, Trisna, maupun James.  Film ini. Kata-kata di film ini. Semua mengingatkanku lagi dengan masalah-m...