Tidak ingin, tapi merasakan. Ya,
kadang hidup selucu itu.
Adakah yang
salah dari mood yang tiba-tiba tidak bersahabat? Ingin keluar dari keramaian,
menumpas siapapun yang menghalanginya pergi. Kesalahan itu terletak pada hati
ini, kurasa. Tidak ada jaminan, kan, bahwa jika orang itu baik, dia akan baik
selamanya? Teori macam apa itu?
Diri ini hampir
memahami seluruh masalah hidupmu. Terpanggil atau terpaksa? Diri ini mencoba
berbincang denganmu dengan syarat, menyesuaikan dengan keadaan hatimu. Kebaikan
atau keterlaluan? Ah, aku pun tidak mengerti.
Sudah terlalu
sering aku menerapkan teori yang aku dapatkan ketika duduk di bangku SD.
Toleransi kepada orang lain. Anggap saja orang lain dalam konteks ini adalah
dirimu. Hebat, kan? Hebat, karena aku bertahan dalam waktu yang aku juga tidak
ingin hitung. Hebat, karena kamu membuatku berdiri di ‘titik’ ini sampai hari
ini tanpa usaha sedikit pun.
“Hebat atau bodoh?” logikaku
bersuara. Nampaknya, dia telah jengah terhadap apa yang aku lakukan selama ini.
Kamu selalu
merasa dirimu lah yang paling menyedihkan di dunia ini. Kamu selalu berharap
aku bisa melakukan negosiasi dengan masalah rumitmu itu agar ‘dia’ segera
lenyap dari hidupmu. Kamu selalu lebih punya hak atas semua kata kerja aktif.
Bisakah berhenti sebentar dan lihat keadaan lawan bicaramu? Bisakah lihat
keadaanku? Aku yang selalu berusaha menutup kesedihanmu dengan menunjukkan
kelebihanmu. Aku yang selalu memutar otak untuk membuatmu sadar betapa indahnya
dunia ini. Aku yang selalu menjadi pemilik semua kata kerja pasif. Kamu
mengerti maksudku.
Sama sekali
tidak ada kata sesal atas semua yang sudah terjadi. Maaf karena aku terkesan
pamrih. Maaf karena aku berharap kau juga tahu apa masalahku saat ini. Maaf
karena mungkin tulusku belum sempurna. Mungkin, aku yang memang harus sering
introspeksi bahwa saat ini aku dibutuhkan, bukan membutuhkan.
Terima kasih
atas semua pelajarannya. Sampai kapan pun, aku yakin akan sulit melupakan
interaksi antara kita. Andai kamu tahu bagaimana aku menghela napas panjang
saat cerita itu kamu sampaikan. Andai kamu tahu hampir saja aku lupa bagaimana
tersenyum dan bahagia saat kamu dengan lancarnya mengungkapkan semua perasaanmu
padanya. Dan andai saja kamu tidak pernah muncul di kehidupanku, tulisan ini
tidak akan lahir.
Jika kamu tahu
bahwa yang aku tulis ini adalah kamu, jangan pernah merasa bersalah. Kamu akan
tetap menjadi segelintir prioritasku saat ini. Karena kehadiranmu, aku semakin
yakin bahwa suatu saat akan ada seseorang yang benar-benar menerimaku apa
adanya.
Komentar
Posting Komentar