Langsung ke konten utama

PART III



Dimas adalah sosok yang baik. Kesan itu muncul saat pertama kali aku melihat di tempat les. Sifat itu disempurnakan dengan paras tampan dan badannya yang tegap. Alisnya sedikit tertarik ke atas, tetapi sorot matanya meneduhkan. Hidungnya cukup untuk menahan kacamata yang dipakainya, dan satu lesung pipitnya selalu menambah indah senyumnya. Hanya saja, dia akan sangat cuek dengan barang atau seseorang yang tidak menarik hatinya. Dimas sudah terkenal dengan kepintarannya dalam pelajaran Matematika. Aku sempat berdiskusi dengannya dan dia bisa meyelesaikannya dengan sempurna. Malam itu biasa saja sampai akhirnya Dimas mengirimkan sms padaku.
From: 0857********
Runy, ini Dimas. Gue boleh kan lebih sering diskusi sama lo? Hmm, biar lebih pinter mate gue hehe.
            Sms nya sangat aneh menurutku saat itu. Tapi, setelah mencerna baik-baik, aku tahu maksudnya. Sejak saat itu, kami sering diskusi lewat sms, yang pasti tidak hanya diskusi soal pelajaran. Sikapnya saat di tempat les pun tidak terlalu menunjukkan bahwa dia sudah dekat denganku, biasa saja. Kejadian di hari yang tidak diharapkan itu akhirnya berhasil menunjukkan kedekatan dia denganku sekaligus melengangkan persahabatanku dengan Reyna.



            “Oh, eh, umm, iya. Oke, boleh. Dimana, Ga?” jawabku tergagap. Aku mencoba mengakrabkan diri dengan memanggilnya ‘Ga’.
            Gue yang nentuin, gimana?” Aku terheran, tapi langsung setuju, lagipula aku juga tidak punya referensi yang lebih baik. Kami menaiki motor Gama menuju jembatan besar. Gama memakirkan di salah satu sisi jembatan dan mempersilakan gue turun. Hening sesaat. Yang ada hanya kicauan burung di sore hari dan angin yang menyibak pelan rambut kami.
            “Run,” Gama memulai percakapan. Aku tidak merespons, hanya memindahkan tatapanku ke arahnya. “Maaf, gue udah ikut campur masalah lo. Tapi, gue bener gak kalo lo emang lagi ada masalah sama Reyna? Gara-gara cowok?” Pertanyaan Gama membuat napasku tertahan. Aku membuang pandangan ke arah lain, sembari menggoyangkan kaki kananku. Pada intinya, aku malas menjawabnya, tapi akhirnya aku mengangguk.
            Respons yang tidak aku sangka, Gama tertawa kecil. Dahiku mengenyit, tetapi sebelum aku ingin marah, dia sudah lebih dulu berbicara. “Gue enggak ada sangkut pautnya sama lo, Reyna, juga cowok itu. Gue tahu karena Senin itu, gue lihat Reyna tidak seperti biasanya, dia menjauh dari lo saat bel pulang.
            Gue juga pernah ada di posisi lo, Run. Percaya atau enggak, sekarang gue udah bener-bener kehilangan kontak sahabat gue itu, terakhir setahun yang lalu. Gue cuma mau pesen ke lo, jaga baik-baik sahabat lo. Gue tahu lo udah deket sama Reyna, mungkin gue sok tahu, tapi siapapun Reyna buat lo, jaga dia sebagai salah satu pemberi warna di hidup lo, Run. Senin itu, saat gue lihat Reyna keluar kelas tanpa ngomong apa-apa ke lo, ingatan gue langsung balik tentang sahabat gue, gue gatau dia dimana.” Suara Gama bergetar hebat. Aku sama sekali tidak menyangka akan melibatkan Gama dalam masalah ini. Amarahku padam, digantikan oleh rasa iba.
            “Ga… Gue bener-bener enggak tahu masalah lo. Thanks banget atas cerita lo yang semakin membuat gue yakin, gue janji akan berusaha menjaga persahabatan gue sama Reyna. Gue juga turut prihatin, ya. Semoga secepatnya lo bisa mengklarifikasi masalah lo dengan sahabat lo itu.”
Aku menepuk bahu Gama, hanya itu yang bisa aku lakukan. Gama seperti baru tersadar dari pikirannya dan tersenyum. “Sama-sama, Run. Oh iya, tadi Dimas enggak masuk, kenapa?” Aku tersentak, mengapa Gama tiba-tiba menanyakan Dimas. Gama tersenyum lagi dan berkata, “Jangan dikira gue enggak tahu, Run. Gue tahu cowok itu Dimas.” Tak lama, deru mesin motor Gama berbunyi, dia mempersilakan gue naik. Kami menuju tempat les kembali, menanyakan Dimas ke Customer Service.
            Customer Service adalah posisi penting di tempat les itu. Mereka yang memberitahu jadwal les, mengetahui siswa masuk atau tidak, dan mengingatkan kami untuk Try Out. Aku dan Gama sampai di tempat les. Buru-buru aku menuju CS. Aku setengah berteriak saat CS memberitahu bahwa Dimas ada di rumah sakit. Aku segera meluncur ke rumah sakit dengan Gama. Sampai di sana, dengan cepat kami menemukan kamar Dimas. Gama berjalan di depanku saat menuju kamar Dimas. Tetapi tiba-tiba saja Gama berhenti. Aku yang sudah khawatir dengan keadaan Dimas, memukul pundaknya pelan. “Kenapa pake acara berhenti segala, sih?”
            Gama menatap mataku, aku heran dengan sikapnya. Dia menunjuk ke dalam kamar Dimas, aku sontak kaget melihat Reyna sudah berada di samping tempat tidur Dimas. Gama menepuk bahuku, menngisyaratkan agar memberi kesempatan kepada Reyna. Aku mengangguk, tidak tahu lagi apa yang sebaiknya aku lakukan.
            Setengah jam menunggu di koridor, akhirnya ada tanda-tanda bahwa Reyna akan keluar. Suaranya semakin jelas dari tempat dudukku dan Gama. Kami memutuskan bersembunyi sampai Reyna benar-benar pergi.
            Saat Reyna keluar, terlihat dia menarik napas panjang sekali dan mengembuskannya, tanda-tanda seseorang sudah tak tahan dengan masalah yang menimpanya. Aku akhirnya masuk ke dalam kamar Dimas, Gama memaksa untuk menunggu di luar saja.
            Dimas tersenyum melihat kedatanganku. “Run, hey.” Suara Dimas terdengar lemah, aku tambah khawatir dengan keadaannya. “Lo sa..sakit apa, Dim? Kok enggak ngabarin gue?”
            “Iya, maaf, ya. Gue enggak mau lo malah kepikiran haha. Gue geer banget ya, Run. Ya pokoknya lo enggak usah khawatirin kondisi gue,” jawab Dimas. Aku bisa merasakan ketulusan Dimas saat melontarkan kalimat tadi.
            “Lo harusnya kabarin gue, kalo kayak gini malah bikin khawatir. Oh iya, Dim. Gue mau ngomong sesuatu,” kataku. Aku sudah memantapkan hati untuk berbicara ini, demi persahabatanku dan Reyna.
            “Gue udah tahu lo mau ngomong apa, Run,” jawab Dimas singkat.
            “Hah?” Kedua alisku bersatu.
(BERSAMBUNG)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Eco Fun Go! Festival, Meet My New Family!

          Menjadi seorang volunteer Eco Fun Go! Festival adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Pandangan saya tentang volunteer menjadi lebih luas. Menjadi volunteer dalam acara besar ini ternyata tidak hanya menambah pengalaman saya, tetapi juga keluarga, informasi, juga motivasi baru. Mungkin terdengar ambisius, tetapi saat ada ‘lowongan’ untuk menjadi volunteer , hati saya tergerak untuk ikut karena sejujurnya jam terbang saya menjadi volunteer sangat minim. “Mungkin, ini kesempatan yang baik,” kata saya dalam hati waktu itu.            Apa yang membuat saya tertarik? Atau apa motivasi saya menjadi volunteer di Eco Fun Go! Festival? Ini adalah pertanyaan klise mungkin, kalau saja diadakan wawancara dari pihak Ecofun Community. Alhamdulillah, mereka sedang menyaring mahasiswa yang tinggal di sekitaran Bogor supaya mudah untuk mengadakan rapat dan segala persiapannya, mengingat hanya punya waktu kurang dari sebulan. Dan, saya termasuk.           Tapi, sa

Gelak Tawa dari Beragam Budaya

Viva La Komtung, kawan! Bahagia banget sih ada kontes blog review SUCI 5, jadi gue bisa memaparkan betapa sukanya gue dengan Stand Up Comedy ini. Awal gue suka sama SUCI itu tahun 2011 akhir, dimana SUCI 1 berlangsung, dan entah bagaimana gue langsung jatuh cinta sama SUCI. Gue ikutin terus acara Stand Up Comedy, entah acara tapping atau festival. Nah, yang paling ditunggu, ya, acara SUCI di KompasTV ini. Enggak kerasa, sekarang Season 5 udah kelar, dan enggak nyangka juga, cinta gue terhadap SUCI masih sama seperti 3,5 tahun lalu.             Percaya atau enggak, gue mencatat urutan-urutan komika yang tampil dari episode pertama sampai akhir. Ini gue awali dengan urutan di episode pertama, ya. Dan inilah komika-komika hebat yang bisa masuk ke tahap Show: 1.        Muhamad Tomi (TOMY) 2.        Ichsan Danny (BAIM) 3.        Indra Frimawan (INDRA) 4.        Rizky Ubaidillah (UBAY) 5.        Muhammad Rizki (RIGEN) 6.        Anjas Wira Buana (ANJAS) 7.        Barry

INAUGURASI MAXIMUSE #Magangers Batch VI Kompas Muda

     Yeah! Harus nulis lagi, berarti ada pengalaman baru lagi dari gue. Tanggal 11 Juli kemarin, MAXIMUSE atau batch gue di Kompas Muda, melaksanakan inaugurasi. Inaugurasi ini bukan pertemuan terakhir kita, hanya simbol bahwa Batch VI sudah menjadi keluarga besar Kompas! Hari yang susah buat dilupain, 11 Juli 2014. Hebohnya udah mulai dari pagi. Eh, malahan seminggu sebelumnya. Inget gak kita ribut nanya kostum apa yang mau dipake? Inget gak sehari sebelumnya kita, para perempuan bikin grup buat ngomongin catokan, hairspray, dan kawan-kawan, gara-gara gak mau ganggu kalian para laki-laki di grup MAXIMUSE? Inget gak waktu hari H kita pusing dandan di toilet, pusing mikirin pakai high heels atau flat shoes ? Inget gak para laki-laki, bingung jas dan kemeja serta dasi yang mau dipake? But, honestly, pada hari Jumat tanggal 11 Juli 2014, kita sudah tampil cantik dan ganteng kok hahaha. Hari itu, Magangers Batch V a.k.a Creafizoth udah keren banget bikin acara inaugurasi