Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

PART V

             Sosok Runy dan Gama muncul di ujung taman, mengarah ke kamar Dimas. Saat itu Deka sedang mendengarkan musik dari hand phone nya di deretan kursi depan kamar Dimas, ketika dia melihat mereka menuju ke arahnya.             “Wah, gawat! Gue harus ngapain sekarang? Bilang ke Reyna kalau ada Runy atau apa? Ya ampun gue stress sendiri gini. Ah, iya. Gue langsung ke parkiran aja. Nanti gue tinggal sms ke Reyna kalau gue nunggu di sana. Yes, beres!” Deka lari menuju pintu lain rumah sakit itu menuju parkiran. Pesan singkat segera meluncur ke hand phone Reyna.             To: Si Sibuk             Rey, gue ada di parkiran. Cepetan woy!             Dering sms menggetarkan saku kanan celana Reyna. Dia merogoh sakunya dan menerima pesan singkat. Dari Deka.             To: Anak Apatis se-Jagad             Ok, Ka.             “Gitu, Rey. Gue bisa kan percaya sama lo? Please ” Dimas memohon kepada Reyna. Dengan sedikit berat hati atas rencana Dimas, Reyna tetap menga

Meluap dari Ingatanmu?

Hilang. Entah kapan kita bisa berbincang lagi—yang hampir tak ada batas topik—seperti hari Senin dan Rabu itu? Berpisah bukan berarti menghilangkan saratnya cerita di perbincangan kita kan?             Tidak ada tanda-tanda hilangnya sosok itu dari kehidupanku. Biasa saja, bahkan diskusi terus berjalan sambil sesekali melempar pertanyaan jayus ala dia. Hanya aku yang berhasil menyita waktunya paling lama waktu itu. Ya, waktu itu.             Sekarang sudah berganti hari, berganti bulan, tapi tetap ada saksi bisu dari matahari dan bulan. Dia di mana sekarang? Waktu berjalan sangat lambat seperti proses hilangnya kamu dari kehidupanku.             Hari itu. Aku melihat bagaimana kau berbincang dengan seseorang. Di sebuah acara pentas seni suatu sekolah. Perasaanku gusar. Hey, lihat ke arahku! Pekikku dalam hati. Sudah meluapkah dari ingatanmu? Hilang. Entah kapan kita bisa berbincang lagi—yang hampir tak ada batas topik—seperti hari Senin dan Rabu itu? Berpisah bukan berart

PART IV

                Semarak acara charity yang berakhir di lapangan luar sekolah, sukses membuat OSIS sibuk. Termasuk Reyna. Banyak anak-anak panti asuhan yang sudah dibantu. Hari itu adalah jadwal les Runy, Deka, dan Reyna. Keberhasilan OSIS sangat membantu mood Reyna yang akhir-akhir ini diliputi rasa sedih dan kesal.             Deka yang melihat kesempatan itu, langsung buru-buru menghampiri Reyna yang sedang melakukan operasi semut. “Rey, gue bisa ngomong sama lo bentar enggak?” Seperti tidak terjadi apa-apa, Reyna menjawab sembari mengumpulkan sampah plastik yang berserakan, “Kenapa sih lo, Ka? Ngomong aja kali, kayak baru kenal gue sehari aja haha.”             “Ini tentang lo sama Runy,” balas Deka, dia bersiap menerima amukan Reyna. Kalimat pendek itu menghentikan aktivitas Reyna. Seperti baru terbangun dari tidurnya, Reyna menaruh trash bag yang dipegangnya, dan menghela napas panjang. “Gue juga mau ngomongin itu ke lo, Ka. Jangan di sini, ke kantin aja, yuk.” Reyna m

PART III

Dimas adalah sosok yang baik. Kesan itu muncul saat pertama kali aku melihat di tempat les. Sifat itu disempurnakan dengan paras tampan dan badannya yang tegap. Alisnya sedikit tertarik ke atas, tetapi sorot matanya meneduhkan. Hidungnya cukup untuk menahan kacamata yang dipakainya, dan satu lesung pipitnya selalu menambah indah senyumnya . Hanya saja, dia akan sangat cuek dengan barang atau seseorang yang tidak menarik hatinya. Dimas sudah terkenal dengan kepintarannya dalam pelajaran Matematika. Aku sempat berdiskusi dengannya dan dia bisa meyelesaikannya dengan sempurna. Malam itu biasa saja sampai akhirnya Dimas mengirimkan sms padaku. From: 0857******** Runy, ini Dimas. Gue boleh kan lebih sering diskusi sama lo? Hmm, biar lebih pinter mate gue hehe.             Sms nya sangat aneh menurutku saat itu. Tapi, setelah mencerna baik-baik, aku tahu maksudnya. Sejak saat itu, kami sering diskusi lewat sms, yang pasti tidak hanya diskusi soal pelajaran. Sikapnya saat di tempat