Hari ini, kembali saya menonton flm Indonesia. Kali ini, Rudy Habibie. Tadinya, saya dan teman saya, ingin menonton Sabtu Bersama Bapak. Berhubung tidak sesuai jadwalnya, akhirnya kita memilih Rudy Habibie.
Rudy yang diperankan oleh aktor Reza Rahardian, berhasil
membawa penonton masuk ke dalam kisahnya. Gimmick Reza yang menyerupai Pak
Habibie juga menyihir kami sebagai penonton. Aktingnya luar biasa.
Saya, jujur menangis di beberapa
scene. Pertama, saya menangis saat scene ayah Rudy meninggal saat sujud sholat.
Ayah Rudy yang diperankan oleh Donny Damara padahal berjanji untuk mengajarkan
Rudy membuat pesawat terbang setelah sholat. Sebelum sholat, Ayah melihat
masing-masing anggota keluarganya dan tersenyum. Saat sujud rakaat terakhir, Ayah tak kunjung
bangun. Rudy yang berada di belakang sang ayah, menggoyang-goyangkan kaki
ayahnya, dan tiba-tiba sang ayah langsung jatuh ke samping. Bagian ini sudah
membuat bulir-bulir air mata saya jatuh, ditambah dengan Rudy yang langsung
menggantikan ayahnya menjadi imam sholat. Setelah selesai, semua langsung
menangis, berteriak, menghampiri jasad ayah mereka.
Scene kedua yang membuat saya
merinding dan meneteskan air mata lagi adalah saat Rudy diremehkan oleh Panca
dan dua orang temannya. Senior Rudy ini mempermasalahkan paspor Rudy yang masih
berwarna hijau. Karena tidak ingin diremehkan, Rudy menerima tantangan untuk
memesan makanan untuk mereka. Mereka menyebutkan pesanan satu per satu tanpa
dicatat oleh Rudy. Perjanjiannya adalah kalau Rudy kalah, dia harus membayar
semua makanan Panca dan kawan-kawannya. Tetapi kalau Rudy menang, Panca akan
membiayai makan Rudy selama 3 hari. Hal yang membuat saya menangis adalah saat
dengan lancarnya Rudy menyampaikan pesanan tersebut kepada pelayan. Dan, WALA!
Semua pesanan tersebut benar semua! Membuat gue bergidik dan merangsang air itu
menetes lagi dari mata ini.
Ada lagi scene yang berhasil mencuri
perhatian saya. Saat Rudy—yang notabene belum mengenal Perhimpunan Pelajar
Indonesia—mencalonkan diri menjadi ketua PPI Aachen. Visinya ingin menjadikan
Indonesia sebagai negara dirgantara. Beliau menang dengan dibantu Peter (Pandji
Pragiwaksono) sebagai sekretaris dan Keng Kie (Ernest Prakasa) sebagai
bendahara. Bagaimana Rudy menyampaikan visinya sedangkan para anggota PPI
mempunyai keinginan yang berbeda. Beliau memiliki pemikiran yang visioner
sementara para anggotanya lebih memilih untuk membuat acara yang menghibur
saja.
Bukti
dari karakter presiden Indonesia yang sangat mencintai negaranya, beliau tetap
teguh pendirian walaupun banyak kontra di sekelilingnya. Beliau yakin dengan
apa yang diyakininya. Sampai pada akhirnya, Rudy memutuskan mengadakan seminar
pembangunan. Beliau harus melawan PPI Hamburg yang tidak setuju diadakannya
seminar tersebut, melawan perwakilan yang katanya dikirim dari Indonesia.
Dengan berbagai halangan tidak lantas membuat Rudy menyerah. Walaupun para
penerima beasiswa dinas seperti kawan-kawannya Poltak (Boris Bokir), Keng Kie,
Peter, dan lainnya terancam dicabut beasiswanya, tetap tidak menggoyahkan hati
Rudy. Sampai akhirnya seminar tersebut boleh dilaksanakan tetapi Rudy terkena
penyakit TBC. Gue sedikit terisak karena seminar tersebut dipimpin oleh PPI
Hamburg akhirnya. Rudy pun teringat kata-kata sang ayah, “Jadilah mata air. Jika
kamu baik maka di sekelilingmu akan baik, jika kamu keruh maka di sekelilingmu
juga akan mengikuti.”
Permasalahan
berikutnya adalah tentang kisah cinta Rudy dan Ilona (Chelsea Islan). Ibu Rudy
yang pada waktu itu berkunjung ke Aachen saat Rudy sakit, juga menyempatkan ke
rumah Ilona untuk menjelaskan bahwa Rudy dan Ilona tidak bisa bersama kecuali
Ilona mau ke Indonesia dan menjadi muslim. Ilona menangis karena ia begitu
mencintai Rudy. Pada akhirnya dia harus kerja di salah satu rumah sakit di Bonn,
meninggalkan Rudy. Mereka saling mencintai, tetapi dibatasi oleh ‘benteng’ yang
sangat tinggi. ‘Benteng’ yang sangat sulit diruntuhkan kecuali salah satu pihak
memilih untuk meruntuhkannya sendiri. Bukan begitu?
Film
Rudy Habibie sangat menginspirasi. Bagaimana Rudy bisa mempunyai pola pikir
yang baik sejak kecil karena ajaran orangtuanya. Sosok yang tidak pernah
meninggalkan sholat dan tidak pernah bosan untuk belajar. Gue sangat tidak
menyesal menonton film ini dan tidak malu untuk mengakui bahwa gue banyak meneteskan
air mata saat film berlangsung. Film ini bisa menjadi panutan untuk semua
orang, terutama yang ingin meneruskan perjuangan menjadi presiden Indonesia
kelak. Salut!
Yang
Cinta Film Indonesia,
R.
A. F. R. M.
Komentar
Posting Komentar