Destinasi. Tujuan.
Apa yang menjadi destinasimu?
Sukses? Menikah? Hidup bahagia?
Cukup?
Setiap jiwa memegang definisi
destinasi yang berbeda. Terdapat daftar panjang untuk mencapainya.
Pada hakekatnya, bahwa destinasi sebenar-benarnya manusia adalah ‘dunia’ yang tak kenal waktu. Tempat paling kekal dan tak kenal yang namanya nafsu. Tidak lain tidak bukan, akhirat. Masih ingatkah proses ‘placement test’ yang menentukan akan masuk syurga atau neraka? Atau mungkinkah diantara kamu ada yang tidak tahu ada tahapan-tahapan itu?
Mungkin. Tapi mungkin tidak banyak.
Ilmu agama sudah didapat sejak keluar dari rahim wanita luar biasa yang
melahirkan kita, Ibu. Jika kamu beragama Islam, sudah dapat dipastikan ada
lantunan merdu berasal dari mulut pria luar biasa yang mengumandangkan adzan di
telingamu, Ayah. Begitu luar biasa sampai kamu yang berstatus sebagai anak,
tidak akan bisa membalas kebaikan mereka.
Tapi, bukan ikhtiar maksimal yang
dilakukan untuk membahagiakan mereka, melainkan kesalahan—yang mungkin sepele—bertubi-tubi
yang kamu berikan. Perlukah mesin waktu berputar agar kamu tahu betapa berat
perjuangan ibu dan ayah kamu demi memperlihatkan dunia yang fana ini kepadamu
seorang? Jawab iya dalam hati, bila perlu.
Bicara soal jalan menuju ‘destinasi’
mu. Apa sebenarnya tujuanmu? Apa yang kamu kejar? Duniawi saja? Ah, pasti iya,
walaupun kamu belum menjawab atau mengelak dengan jawaban “Bukan hanya duniawi,
kok.”
Bagaimana saya tidak berasumsi
seperti itu kalau kamu saja malas jika dimintakan tolong oleh orangtua? Bagaimana
saya tidak menjawab seperti itu kalau kamu masih acuh tak acuh dengan ilmu?
Kamu ingin menyia-nyiakan otak dan akal yang Dia berikan? Bagaimana saya tak beranggapan
seperti itu kalau prioritas kamu adalah soal cinta? Cinta, tahu apa kamu soal
cinta? Cinta terhadapNya? Kalau cinta kepadaNya, justru itu akan membuat kamu
selalu patuh kepada orangtua dan tidak menyia-nyiakan pemberianNya. Lalu, cinta
apa yang kamu miliki sekarang?
Rasa yang membuncah. Sosok lawan
jenis yang kamu dambakan. Terlalu hebat getaran di dadamu sehingga kamu lupa
cara memberhentikannya. Pesonanya yang membutakanmu dan seakan menghilangkan
semua yang ada di sekitarmu, termasuk orangtua dan Tuhan—yang notabene paling
dekat denganmu. Lalu, terburu-buru, kamu sebut-sebut apa itu komitmen. Mengikat
hubungan dengan alasan sayang dan sebuah kecocokan. Terselip janji—yang mungkin
kamu juga baru kamu buat semenit yang lalu—yang kamu ucapkan kepadanya. Sampai
pada satu titik yang ‘menaikkan’ derajatmu—bagi kebanyakan pemuda di dunia—yaitu
pacaran.
What do you feel? Orangtua dan Tuhan, masihkah ada di urutan teratas? Alhamdulillah jika
masih, tapi apakah fokus dan rasa sayangmu tidak terpecah? Bisa kamu jamin?
Sampai akhirnya, rasa sayang dan
kecocokan yang kamu bilang di awal, pupus tidak tersisa. Janji yang kamu
sebut-sebut sembari tersenyum, seakan tidak pernah kamu ucapkan. Tercetuslah
kata ‘putus’ yang kamu dan dia teriakkan. Lalu, komitmen apa yang kamu maksud?
Jadi sebenarnya, kamu mengerti atau tidak tentang komitmen? Kamu mengerti atau
tidak bahwa janji itu bukan sebuah hal yang bisa dipermainkan?
Ada waktunya di saat kamu akan siap.
Di saat ilmu pengetahuan dan mental telah berpadu menjadi sebuah hal yang
indah. Di saat kamu sudah berani menilai kelebihan dan kekuranganmu, serta
mengintrospeksi diri. Di saat itulah, Dia mempersiapkan sosok yang juga telah
siap.
Sudah sadar? Sadar bahwa tidak ada
yang kekal di dunia ini. Bila tujuan akhir kamu masih terjebak di dalam dunia
ini, coba kamu bertanya kepadaNya, bermusyawarah denganNya. Di dunia, kita
semua memang dituntut untuk mempunyai cita-cita tinggi, tapi jangan lupa
destinasi akhir kita. Dalam meraih cita-cita dunia, jangan lupa untuk selalu
meminta lindungan dan petunjukNya. Setelah itu, mintalah do’a restu kepada
orangtua.
Jadi, apa destinasimu sekarang?
Notes: Tulisan ini sebagai peringatan
kepada semua, termasuk saya sendiri. Tidak akan pernah sempurna seorang
manusia, maka berlombalah dalam melakukan kebaikan.
Yang Sedang Meluruskan Destinasi,
Raden Ajeng Faadhila R. M.
Komentar
Posting Komentar