Alhamdulillah!! Satu kata yang
menggambarkan selesainya program #Magangers Kompas Muda yang gue ikutin selama
6 hari dan berakhir pada tanggal 21 Juni 2014. Akan banyak banget yang gue share di sini, karena gue merasa
mendapat banyak pengalaman yang enggak akan gue dapat di sekolah. Check it out!
16 Juni 2014 (The 1st
day)
Excited!
Gue yang nginep di rumah eyang di daerah Tomang dari malam sebelumnya, udah
bangun jam 4 pagi. Honestly, gue enggak bisa tidur tenang, mikirin gimana hari
pertama gue di Kompas. Pagi itu, gue mandi dan langsung makan. Setengah 6 gue
udah siap berangkat, tapi gue baru inget kalau kumpulnya kan baru setengah 9.
Duh, kebiasaan sekolah nih! Setelah nunggu lama, akhirnya jam setengah 8 dan
gue berangkat naik ojek. Sampai di Kompas Gramedia, gue naik ke lantai 5 yaitu
ke Ruang Diklat. Di lift, gue kenalan sama anak #Magangers yang ternyata
namanya Mario. Lumayan banyak orang sih saat gue dan Mario sampai, akhirnya gue
memilih duduk di depan dan bersebelahan sama salah satu anak #Magangers juga
namanya Bernadetha atau biasa dipanggil Detha.
Gue
udah kenal sama beberapa anak #Magangers saat wawancara. Salah satunya Gita
Amalya dari Bandung yang diterima sebagai desain grafis bersama kelima teman
lainnya. Merasa beruntung sih iya, karena gue enggak harus beradaptasi terlalu
lama hehe. Hari pertama gue udah kenal banyak anak #Magangers sih. Rasa bangga
itu selalu ada di dalam diri gue, bangga bisa menjadi bagian dari 33 anak #Magangers.
Sayang, 3 orang lagi entah kenapa enggak datang, harusnya kita semua ber-36.
Hari
itu diisi dengan acara bermain atau di agendanya disebut ‘team building.’
Tujuannya tak lain adalah membangun chemistry
antar anggota agar lancar dan solid dalam menjalani 6 hari ke depan. Seru
banget! Mulai dari senam sampai dibentuk kelompok. Paling berkesan adalah
ketika kita semua dalam satu tim yang besar disuruh membuat beberapa bentuk
dengan satu tali panjang. Rasanya merinding karena belum genap satu hari kita
ketemu, tapi kita bisa menyelesaikannya dengan baik. Oh iya, kita juga waktu
itu menunjuk satu orang leader saat
permainan itu, namanya Maulana Ihza atau biasa disebut Maul yang akhirnya
menjadi ketua Batch VI.
Selesai
makan siang dan sharing tentang permainan tadi, kita semua dipersilakan masuk
ke Ruang Diklat lagi sekitar jam 1 siang. Buku catatan, pulpen, topi, kaus MuDA
Kompas yang sebelumnya dipakai saat permainan, serta ID card dan gantungannya,
semuanya lengkap dikasih Kompas untuk #Magangers! Woohoo! Mas Jimmy yang
menjabat sebagai Redaktur Operasional kalau tidak salah, sharing tentang pengalamannya. Beliau baru saja kembali dari Brazil
untuk meliput tentang piala dunia. Dilanjutkan oleh Mbak Poppy. Beliau adalah
pemateri yang membawakan materi dengan tema ‘Etika Jurnalisme’. Kita disuruh
praktek per tim. Mbak Poppy memberi satu cerita yang harus kita simpulkan dan
kita presentasikan di depan kelas. Worth it! Pelajaran yang berguna bagi gue
pribadi. Pelajarannya adalah bahwa sebagai jurnalis tidak bisa memberi
spekulasi atau asumsi tanpa adanya fakta atau data yang benar-benar akurat.
Setelah itu ada beberapa materi
lagi, termasuk tentang penyelaras bahasa oleh Mbak Pris dan Mbak Ros. Lalu
dilanjutkan dengan pembagian tim. “Alhamdulillah ada yang gue kenal,” dalam
hati waktu itu. Kelompok 4 adalah kelompok gue terdiri dari: Reporter
(Bernadetha, Guntur Bayu, R. A. Faadhila), Fotografer (Farhah Fadhilah), Desain
Grafis (Gita Amalya), dan Videografer (Maula Nadia). Oh iya, mau ngenalin juga
penanggungjawab #Magangers ini. Ada Mas Juni yang ngurusin dari sms anak-anak
yang diterima #Magangers sampai jadwal-jadwal serta proyektor buat presentasi
para pemateri. Ada lagi Mbak Lastri yang sudah lama kerja di Kompas, juga ada
Mbak Susie yang mewawancarai gue waktu tes wawancara, dan ada Mbak Ida atau
biasa dipanggil Mbak Tia. Akhirnya, kita se tim disuruh memikirkan nama
angkatan dan desain kaus angkatan yang akan dipresentasikan besok. Jam 5 sore,
anak-anak sudah boleh pulang karena besok akan tambah seru lagi. Ada apa besok?
Terus baca ya, Blogger!
17 Juni 2014 (The 2nd
day)
Woaaah bangun bangun! Gue
sudah mulai terbiasa bangun jam 4 sekarang hehe. Langsung mandi dan menuju
ruang makan mungkin akan menjadi rutinitas gue setiap pagi. Gue memilih baju
malam hari sebelumnya supaya gue enggak buru-buru.
Hari ini gue berangkat lebih awal
jam 7.15 pagi diantar ojeg. Hal menyebalkan adalah gue melewati jalan yang sama
sebanyak 2 kali. Entah karena tukang ojegnya masih ngantuk, gue enggak tahu ya.
Yang pasti gue sampai kantor Kompas lebih telat dari hari sebelumnya. Sekitar
jam 8.05 atau 8.10 gue baru sampai tujuan, padahal kemarin jam 7.50 gue sudah
ada di tempat. Hal menyenangkan setelah pemberian buku catatan dan
kawan-kawannya adalah pemberian kartu akses. Walaupun hanya satu kartu setiap
kelompok, tapi rasanya seneng banget enggak bohong!
Materi hari ini lebih banyak dari
kemarin, karena dari jam 9 sampai jam 4 sore, kita dikasih materi-materi yang
mendukung kita saat membuat koran sendiri. Ada tentang Marketing Communication oleh
Mbak Terrens yang baru gue ketahui letaknya di lantai 2. Lalu ada lagi materi
membuat blog yang nantinya akan dibuat semacam forum gitu, hari Kamis tanggal
26 mendatang akan ada kelasnya.
Nah, ada waktu yang dipakai untuk
diskusi dan memilih nama angkatan dan desain kaus kelompok siapa yang akan
dipilih. Kelompok gue memikirkan nama angkatan yang kece kan ya, tercetuslah
nama INCREDIBLIX dan desain kausnya ada lambang infinity gitu. Nama kelompok lain juga keren-keren: PROMBASIX,
ENSIXCLOZIO, ZIPPORAH, MAXIMUSE, sama satu lagi namanya susah maaf yaa L Agak kecewa sih nama
angkatan usulan dari kelompok gue enggak diterima, tapi ini demi kepentingan
Batch VI. Nama angkatan sekaligus desain kaus yang dipilih adalah MAXIMUSE!!!
Yeay, sekarang nama kita bukan sekedar #Magangers Batch VI, tapi terselip nama
MAXIMUSE \m/
Lanjut lagi ke materi, kalau
tidak salah tentang ePaper atau koran digital Kompas. Jam 4 sore adalah
waktunya untuk keliling ruang redaksi Kompas yeay!!! Tetapi sebelum itu, kita
mengunjungi Litbang Kompas di lantai 4. Kita bertemu Mas Putu, Mas Arief, dan
satu orang lagi. Kita diperlihatkan koran Kompas edisi perdana 28 Juni tahun
1965. Ejaannya masih belum benar, tetapi ada rasa senang dan bangga dalam diri
sendiri karena termasuk ke dalam orang-orang yang mengetahui ini. Lalu, kita
dipersilakan masuk ke perpustakaan yang katanya hanya karyawan yang boleh
masuk. Sangat beruntung bagi kita yang bisa masuk ke sana. Hal yang paling gue
ingat adalah tulisan yang ada di perpustakaan. Bunyinya kurang lebih begini,
“Setelah membaca, harap letakkan buku di meja saja.” Gue tersenyum, karena
saking enggak mau ada orang yang mengacak-acak buku, jadinya semua buku yang
habis dibaca, lebih baik ditaruh di atas meja yang sudah disediakan. Gue dan
beberapa anak Maximuse sempat tertinggal di perpustakaan karena keasyikkan
mungkin, sementara yang lain sudah menuju ruang redaksi di lantai 3.
Sesampainya di lantai 3, gue
cukup familiar dengan ruangan ini. Sewaktu wawancara, gue diwawancara oleh Mbak
Susie di ruang konsultasi cerpen. Sudah pernah dijelasin sama Mbak Lastri dan
pemateri juga tentang desk-desk yang ada di Kompas. Mulai dari Desk
Metropolitan yang kabarnya paling capek kalo liputan, disusul Desk Ekonomi yang
menjadi desk embedded gue, lanjut
lagi Desk Olahraga, Desk Pendidikan dan Budaya, Desk Internasional, dan Desk
Iptek. Antusias #Magangers sangat tinggi. Gue juga keliling, mondar-mandir
kesana kemari. Gue sempat ke Desk Internasional, sangat pusing sepertinya.
Tapi, ternyata enggak sepusing yang kita kira. Kompas juga mempunyai
sumber-sumber berita internasional yang terpercaya di luar negeri, jadi ada
kerjasama gitu deh. Hal menarik juga gue sadari bahwa setiap desk memiliki
tayangan sesuai desk mereka. Paling lama di desk nya penyelaras bahasa. Gue
ketemu sama Mbak Nani dan Mas Aji kalau tidak salah hehe. Gue konsultasi banyak
sama Mbak Nani. Jadi, penyelaras bahasa itu kerjanya hampir terakhir dan
mulainya juga antara jam 4 atau 5 sore. Urutannya itu dari wartawan atau
peliput, lalu dikasih ke editor, dari editor baru ke penyelaras bahasa, dan
yang terakhir adalah lay-out kerjaannya desain grafis. Nah, Mas Aji adalah
supervisor desk penyelaras bahasa. Pokoknya seru banget!
Terakhir adalah pembagian embedded. Gue kebagian di Desk Ekonomi
yang merupakan desk impian gue sejak awal. Hampir lompat gue, tapi kan enggak
mungkin haha. Partner gue adalah Mas Apo yang tak lain adalah wartawan desk
ekonomi. Di Kompas, nama inisial biasanya menjadi nama panggilan, begitupun
dengan nama APO. Awalnya sempet enggak bisa telpon dan sms Mas Apo, tapi
setelah mencoba nomor berikutnya, Alhamdulillah bisa! Gue belum tahu muka Mas
Apo. Besok pasti akan seru banget ikut wartawan Kompas meliput acara! Mau tahu
keseruan gue besok? Baca terus yaa, guys!
18 Juni 2014 (The 3rd
day)
Bisa
dibilang hari ini tuh hari yang tidak bisa dilupakan! Fix banget! Seneng,
sedih, capek, kecewa, semangat, semua jadi satu hari ini. Hari ini diawali
dengan materi dari Mas Subur tentang Reportase atau Jurnalisme agar kita bisa
mempraktekkan saat di lapangan bersama wartawan Kompas. Materi terlama yaitu 2
jam. Kita praktek menulis, praktek menjadi reporter, pokoknya agar kita bisa
menjadi reporter atau wartawan yang memberi informasi yang benar dan detil. Sangat
senang dengan materi yang beliau kasih dan tidak terasa mendekati jam 11.
Waktunya liputan!
Malam
sebelumnya gue cuma bisa sms an sama Mas Apo. Awalnya, beliau bilang akan
meliput di Gedung DPR, tapi ternyata salah lihat jadwal, dan jadwal yang benar
adalah ke Hotel Ritz Carlton meliput diskusi ekonomi bisnis. Teman-teman sempat
ada yang kesal karena wartawan partner mereka terlalu jauh meliputnya atau
tidak bisa dihubungi. Gue bersyukur karena partner gue gampang dihubungi hehe.
Apalagi Mas Apo menawarkan agar gue berangkat bareng sama dia, Alhamdulillah
banget lah. Jam 11 lebih dikit, Mas Apo udah sms, gue panik seketika.
Untungnya, kelas segera berakhir dan gue langsung izin ke Mbak Lastri agar gue
boleh berangkat duluan. “Kamu enggak mau makan dulu?” Mbak Lastri masih
menawarkan gue untuk makan siang dulu. “Enggak usah, Mbak. Ini biar bareng sama
Mas Apo, jadinya aku berangkat sekarang aja,” kata gue mantap. Mengucap salam
ke teman-teman, gue melangkah ke luar Ruang Diklat dan menuju lift.
Sampai
di Ground, agak bingung juga mencari
Mas Apo. Memberanikan diri, gue menyapa salah satu laki-laki yang sedang
memperhatikan lukisan di seberang pintu masuk. “Mas Apo ya?” Dia melihat kea
rah gue, terus balik bertanya, “Faadhila?” NAH! Akhirnya sekali sapa langsung bener
haha. Dia menanyakan apakah gue membawa helm. “Oh, aku kira kamu bawa helm,
kalau gitu coba kita cek di ruang redaksi aja,” kata Mas Apo setelah gue
menjawab tidak. Kita naik ke lantai 3 dan gue disuruh menunggu di lobby,
sementara Mas Apo mencoba meminjam helm kepada temannya. Enggak berapa lama,
Mas Apo keluar, tapi tidak membawa helm. “Enggak ada tuh. Gimana ya? Kalau naik
taksi, aku takut enggak keburu,” katanya sambil mengajak gue menuju lift. Tanpa
pikir panjang dan tidak mau merepotkan pekerjaan orang, gue mencoba untuk
menenangkan dengan berkata, “Oh yaudah. Gimana kalau aku naik ojeg di depan
aja? Daripada Mas Apo telat sampai sana.” Terlihat berpikir, Mas Apo menjawab,
“Hmm apa gitu aja ya?” sambil terus melihat jam tangannya. Di lift, Mas Apo
tiba-tiba nanya, “Jam segini kayaknya Gatsu (Gatot Subroto) enggak macet kali,
ya?” Gue kan bukan orang Jakarta, jadinya gue cuma jawab seadanya. Sampai di Ground, Mas Apo bilang, “Yaudah lah kita
naik taksi aja.” Beliau menuju jalan besar. Gue semakin merasa bersalah.
Di
taksi, gue mencoba mengajak ngobrol Mas Apo. Entah, gue merasa beruntung
banget, karena Mas Apo enak diajak ngobrol. Mulai dari topik liputan diskusi
ekonomi bisnis yang ternyata pengenalan ICC, lalu tentang Kompas khususnya desk
ekonomi, sampai tips-tips atau saran Mas Apo tentang meliput suatu berita. Asli
seru! Enggak terasa udah sampai di depan Ritz Carlton, taksi kita pun masuk.
Kata-kata Mas Apo yang paling gue inget gara-gara menurut gue lucu adalah,
“Hotel Indonesia tuh ribet. Segala pake satpam, anjing pelacak, dan lain-lain.
Bener loh. Indonesia paling ribet, negara lain tuh enggak sampai kayak gini.”
Gue mengangguk sambil tertawa mendengar ucapan Mas Apo dengan logat Jawa nya.
Kita
pun turun disambut pelayan hotel dengan senyum mengembang. Ada rasa aneh tapi
membuat gue tambah semangat saat sampai di hotel tersebut. “Mutiara Hijau 2 dan
3 ya, Mas, Mbak,” kata salah seorang karyawan hotel selepas tas gue dan Mas Apo
diperiksa. Karena kita sama-sama belum pernah masuk hotel ini, sempat sedikit
bingung juga sih, tapi akhirnya ruangan itu ditemukan haha. Sampai di sana, gue
sempat bingung karena keadaannya bisa dibilang masih sepi. Mas Apo juga
memperkenalkan gue sebagai anak magang yang ikut meliput. Jam 11.30 gue dan Mas
Apo sampai di sana sesuai jadwal, ternyata acara baru dimulai jam 1. Dari judul
acaranya, gue sudah mengira akan ada acara makan siang bersama antar pemilik
perusahaan Indonesia yang hadir. Dengan sedikit kesal, kita khususnya gue
melihat para pemilik perusahaan itu makan siang dari jam 12 sampai jam 1. “Ini
masih mending, Dhil. Biasanya lebih parah dari ini liputan yang lain,” kata Mas
Apo yang mungkin melihat gue mulai jengah dengan keadaan di ruangan itu.
Masalahnya adalah gue belum makan siang, eh sekarang malah disuguhin
pemandangan kayak gini. Sebelumnya juga Mas Apo sempat bilang, “Kalau sampai
jam 1 belum juga mulai, kita tinggalin aja, enggak begitu penting.” Waduh
waduh, dalam hati, gue berdoa semoga jangan sampai ninggalin ini acara, nanti
gue enggak punya bahan liputan. Akhirnya, jam 1 seorang bapak maju ke depan
mimbar yang ternyata bernama Noke Kiroyan selaku Chairman ICC Indonesia. Selama kurang lebih 20 menit, kita
mendengarkan presentasi tentang pengenalan ICC. Oh iya, ada satu pers lagi yang
datang. Gue perjelas ya, pers yang datang sebelum ada pers yang satu itu,
Kompas cuma sendiri. It means cuma ada gue dan Mas Apo. Pantes aja Mas Apo udah
siap-siap mau ninggalin ini acara.
Selama
presentasi, gue melirik Mas Apo enggak mencatat banyak, satu halaman aja enggak
nyampe. Waduh, gue nyatet apaan ya ini! Pada akhirnya, gue melihat Mas Apo dan
Mas satu lagi menuju keluar ruangan tanpa membawa tas. Ngapain ini Mas Apo?
Ternyata oh ternyata, Mas Apo mengejar CEO Freeport, Pak Rozi. Beliau terlihat
tertutup saat Mas Apo melontarkan pertanyaan. Mas Apo mencoba menjelaskan
kepada gue. Mas Apo juga bilang kalau dia akan mewawancara salah satu pakar
bernama Pak Frans mengenai arbitrase internasional. Gue memperhatikan Mas Apo
selalu standby dengan voice recorder nya. Akhirnya gue
memutuskan ikut memasang recorder
saat mewawancara Pak Frans. Selama kira-kira 11 menit kita mewawancara Pak
Frans yang untungnya gue mengerti inti pembicaraannya. Saat mengucap salam
kepada Pak Frans, kita pulang yang sebelumnya juga dikasih hard copy presentasi ICC tadi.
Di
taksi, Mas Apo mulai menjelaskan inti wawancara tadi. Intinya adalah Indonesia
minta re-negosiasi dengan pihak asing mengenai pembagian saham (lebih
lengkapnya sudah termuat di Harian Kompas, Ekonomi, hal.19). Gue semakin
semangat dengan berita ini. Intinya adalah Mas Apo berhasil mencari narasumber
lain dan topik lain yang lebih menarik dan lebih pantas dimuat. “Nanti kalau
disuruh sharing, bilang aja, kalau tidak semua berita mempunyai nilai berita
yang sesuai standar. Beberapa kali juga aku pernah mengalami kayak gini.
Pinter-pinter wartawannya aja, tadi kebetulan ada Pak Rozi dan Pak Frans, jadi
bisa menyinggung masalah arbitrase,” kata Mas Apo sambil mencoba voice
recordernya. Tiba-tiba saja, “Waduh, recorder ku enggak aku nyalain tadi. Kamu
ikut ngerekam tadi. Coba kirim ke aku deh. Suka kayak gini, makanya harus
teliti.” Gue mencoba tidak panik, karena kelancaran berita besok ada di gue,
pikir gue waktu itu. Tapi tak berapa lama kemudian, Mas Apo bilang, “Eh aman
deng, iya ini udah kerekam hehe.” Yah, enggak jadi sok pahlawan deh.
Di
jalan menuju Kompas, waktu menunjukkan pukul 13.30. Ini sih temen-temen gue
baru pada berangkat, gue udah mau balik ke kantor aja. Akhirnya, pembicaraan
lanjut ke pekerjaannya Mas Apo, tentang studinya Mas Apo yang ternyata lulusan
Kehutanan Universitas Gajah Mada, tentang Bupati Bogor, tentang cita-cita gue,
tentang capres-cawapres, sampai redenominasi yang sampai sekarang tidak ada
kabarnya lagi. Tidak terasa sampai kita di Halte Kompas Gramedia. Sebelum
turun, Mas Apo sempat bilang, “Belum pernah loh aku naik taksi kalau liputan,
sama kamu doang ini. Biasanya selalu pakai motor haha.” Akhirnya, kita turun
dan menyebrang rel kereta api menuju kantor. Eh, kita ketemu sama karyawan
Kompas tapi bagian desk Metro. “Wah, ini anak magang? Sekali-kali kamu harus
coba desk Metro haha,” katanya. Mas Apo memutuskan makan, gue pun ikut dan
akhirnya kita makan di rumah makan padang dekat Kompas Gramedia. Baik adalah
ketika Mas Apo bayarin makanan gue hoho. Kita berpisah di depan gerbang kantor
karena beliau mau pulang dulu, katanya jam segitu teman-temannya juga pasti
belum pada datang. “Enjoy ya magangnya, sampai ketemu,” katanya sembari
salaman. Gue merasa lega dan seneng banget hari itu. Seru parah! Sorenya, ada
sesi sharing, tapi hanya perwakilan
saja dan gue tidak sempat menyampaikan pesan Mas Apo. Besok adalah hari yang
semakin seru bersama tim gue. Mau tahu apa keseruannya? Terus baca sampai habis
ya, kawan!
19 Juni 2014 (The 4th
day)
Awesome! Hari ini gue dan
tim pergi ke Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan untuk meliput tentang
kebudayaan Betawi. Hari sebelumnya, gue dan tim teringat Mas Arif yang
merupakan karyawan di Litbang Kompas. Tapi, saat kita cari hari sebelumnya di
Litbang, beliau tidak ada. Sempat debat sama Mbak Susie dan Mas Putu juga
tentang Mas Arif. Kita enggak tahu nama, tapi inget muka sama tempat tinggalnya
di dekat Setu Babakan. Alhamdulillah, kita dapat info dan keterangan nomor
telpon Mas Arif. Kita mencoba telpon Mas Arif, meminta keterangan rute atau
kendaraan yang bisa mengantar kita ke tujuan. Kebetulan yang ngobrol dengan
beliau itu gue, jadi gue yang mendengarkan pengarahan dari Mas Arif. Setelah
panjang lebar dia menerangkan, gue bilang terima kasih, dia berkata, “Iya sama-sama,
semangat semoga berhasil!”
Hari
ini adalah hari peliputan. Jam 8.30 dari Kompas, kita adalah tim pertama yang
berangkat liputan. Mengikuti arahan dari Mas Arif, kita menuju Stasiun Palmerah
menuju Tanah Abang. Setelah itu naik kereta lagi menuju Tanjung Barat. Turun di
Tanjung Barat, harusnya kita naik KOPAJA 616, tapi udah 10 atau 15 menit kita
nunggu di halte, KOPAJA itu tak kunjung datang. Enggak mau membuang waktu,
akhirnya nanya ke supir angkot yang lewat. “Wah, di sini udah jarang. Di Pasar
Minggu tuh banyak,” kata supirnya. Akhirnya kita naik angkot itu dan turun di
Pasar Minggu. Menunggu beberapa menit dan belum juga terlihat KOPAJA 616, akhirnya
kita nanya ke tukang ojek yang mangkal di dekat kita berdiri. “Udah enggak ada
KOPAJA 616 yang ke arah Setu Babakan. Udah naik ojek aja, 15 ribu deh,” jawab
salah satu tukang ojek. Mau enggak mau, kita naik ojek ke sana dan akhirnya
sampai juga di Setu Babakan!!! Mari melanjutkan petualangan.
Sampai
di Setu Babakan, kita menuju kantor humas atau pengelolaannya, dan mencari Pak
Roni yang menjadi contact person kita
sebelum ke tempat ini. Ternyata, Pak Roni sedang ada urusan dan tidak ada di
tempat. Akhirnya kita memutuskan meliput sendiri dan mencari narasumber yang
menurut kita terkait dengan topik. Kita menemukan Galeri Babe Minin di
sela-sela padatnya pemukiman Setu Babakan. Lalu kita istirahat sejenak ditemani
soto mie dan laksa. Setelah itu, lanjut mencari narasumber yaitu kusir delman
yang kita mintai pendapat tentang kebudayaan Betawi. Lalu, kita mewawancarai
Humas dari Kelurahan Srengseng tapi masih satu kawasan dengan Setu Babakan,
beliau bernama Tabrani. Sangat menyenangkan bagi gue dan tim bisa berbincang
dengan warga Setu Babakan. Kita juga sempat mewawancarai penjual kerak telor di
kawasan tersebut.
Selesai
semuanya! Kita selfie dulu sebelum
pulang. Kata tukang ojek tadi, kalau pulang, KOPAJA 616 pasti ada yang lewat menuju
Pasar Minggu. Agak berlari mengejar KOPAJA 616, tapi untungnya enggak terlalu
penuh. Kita selesai sekitar jam 3 sore. Akhirnya, kita turun di seberang Stasiun
Tanjung Barat dan kita menuju Stasiun Tanah Abang. Di kereta, kita juga melakukan
survey lewat media sosial. Di Tanah Abang, kita meneruskan ke Palmerah dan
sampai di Kompas Gramedia. Di sana, ternyata sudah ada kelompok 2 yang terdiri
dari: Ambayu, Amelia, Mario, Cahyani, dan Nadia. Wah, ternyata mereka sudah
sampai di Kompas dari jam 1, sementara kita sampai hampir jam 5. Pokoknya hari
itu menyenangkan sekaligus melelahkan. Banyak kejadian yang enggak akan gue
lupakan. Terlalu mahal kalau gue ceritain semuanya, beneran. Intinya kita
menyusun konsep untuk mini koran kita nanti, pembuatannya akan dilaksanakan
besok sehari penuh. Akan ada apa besok? Adakah hambatan dan kejadian-kejadian
lain? Lanjut bacanya ya!
20 Juni 2014 (The 5th
day)
Hari
kelima! Deadline sudah menjadi kata paling tidak asing hari ini. Liputan yang
kemarin kita lakukan, akan digabungkan, akan diedit, dan akan dikumpulkan hari
ini! Datang ke kantor seperti biasa, ternyata banyak yang agak telat. Setelah
Guntur, Nadia, Farhah, dan Gita
datang, mulailah kita bekerja. Detha datangnya agak telat soalnya dia mau ambil
rapor dulu ke sekolahnya.
Sebenernya
hari ini biasa aja, cuma seru! Haha gimana ya, semuanya jadi enggak sok-sok
jaim lagi (emang iya sih), semuanya fokus sama pekerjaannya. Ada yang edit video,
ada yang sibuk bikin lay-out, yang reporter sibuk bikin kata-kata yang simple
tapi enggak sembarangan juga. Walaupun beda kelompok, tapi setiap orang tetap
menolong jika yang lain kesusahan. Toh, ini proyek bersama, proyek #Magangers
Batch VI. Rasanya seperti keluarga baru. Semuanya terlihat menyatu.
Anak
desain grafis yang agak kasihan. Jadi, urutan kerja itu dari reporter yang
menulis laporan liputan kemarin, lalu anak videographer juga kerjanya bisa
bareng sama anak reporter. Apalagi fotografer, enak banget! Dia milih foto
terbaik yang akan dipajang di koran. Nah, anak desain grafis kerjanya belakangan.
Mulai dari bikin format koran yang bagus kayak gimana, lay-out nya. Mungkin anak desain grafis tuh dasarnya bukan anak
yang mudah stress kali, ya. Wah, kelompok gue kan anak desainnya namanya Gita.
Dia udah wanti-wanti anak reporter, pokoknya selesai jam 1. Deadline hari ini
jam 6. Sementara, reporter a.k.a Gue, Guntur,
Detha mendapat revisi dari Mbak Susie dan Mbak Tia saat jam menunjukkan pukul 3 hampir 4. Ini yang namanya
deadliners! Otak bener harus bekerja, tenaga tanpa disadari juga ikut bekerja. Gue
pribadi, enggak terlalu merasa panik sih. Gue, Guntur, Detha mencoba merevisi
agar besok saat presentasi, tidak ada lagi yang kurang.
Akhirnya,
revisi pertama selesai dan teks kita serahkan kepada Gita. Kita sebisa mungkin membantu Gita untuk memberikan pendapat
atau masukkan agar koran terlihat lebih rapi. Diselingi makan siang yang baru
dimakan jam 4, semua masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Videografer
juga termasuk pekerjaan yang tidak mudah. Mereka dengan sabar dan sedikit
tegang menunggu render video yang sudah diedit sebaik mungkin. Kejadian seperti
gagal di tengah-tengah padahal udah mau selesai, atau tiba-tiba laptop mati,
dan hal lainnya sudah menjadi hal biasa bagi anak videographer. Tapi, mereka
berusaha tenang dan mengulang dengan sabar jika terjadi kesalahan.
Saking stress
karena jam setengah 6 belum pada selesai, alhasil banyak yang malah selfie,
bergurau dengan yang lain, dan lainnya. Bagi tim yang belum foto tim, ada yang
sibuk juga ngurusin foto tim. Mengesankan sekali hari ini! Jam 6 pun tiba! Mbak Lastri, Mbak Susie, Mas Juni,
semuanya sudah meneriakkan deadline! Itu deg-degan, panik, jadi satu semuanya.
Gita terlihat mulai stress, kita mencoba menenangkan supaya dia bisa
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Video yang lagi di-render Nadia belum juga selesai. Dari jam 3 selesai baru jam 8
malam. “Software yang aku pake salah kayaknya, tapi gambarnya lebih bagus ini,”
kata Nadia. Alhamdulillah, video tim
gue enggak ada masalah. Gue sempat melihat Afi
stress gara-gara harus edit ulang videonya, tapi enaknya adalah Afi hanya butuh 15 menit buat nge-render videonya. Coba misalkan tim gue
yang harus edit ulang dan menghabiskan 5 jam lagi buat nge-render? Mau selesai jam berapa? Hahaha.
Akhirnya,
#Magangers baru pulang sekitar jam 8 malam karena kita sudah lewat waktu
deadline. Memang, Kompas juga member toleransi waktu sekitar 2 jam dari
deadline seharusnya. Oh iya, buat anak desain, ngerjainnya di ruang multimedia,
jadi dari sekitar jam 4-8, kita mondar-mandir ke ruang multi buat melihat
kemajuan sang ahli grafis. Seneng banget bisa saling bantu, saling mengeluarkan
suara untuk berpendapat, saling member semangat, saling tukar pikiran, semua
hal ini membuat tim bahkan #Magangers Batch VI semakin dekat. Teman-teman gue
ada yang meneruskannya di rumah dan harus mengirimkan email malam itu juga. Kerja
keras kita enggak akan sia-sia, guys!
Akhirnya, kita pulang. Sejujurnya gue dan Nadia pulang paling akhir sekitar jam
setengah 9 malam gara-gara menunggu video selesai di-render. AAAAA! Besok hari terakhir magang! Bakalan ada kejadian apa
besok? Yuk, dikit lagi, baca terus ya!
21 Juni 2014 (The
last day)
Bismillahirrahmanirrahim.
Entah harus seneng atau sedih. Hari ini rasanya itu senang karena bisa ketemu
sama batch-batch sebelumnya, sedih karena hari ini adalah hari terakhir kita
magang di Kompas, takut karena hari ini adalah hari yang paling ditunggu karena
kita akan presentasi di depan staf redaksi dan teman-teman. Presentasi apa?
Kita mempresentasikan satu halaman surat kabar yang sudah dibuat sedemikian
bagus oleh setiap tim. Oh iya, hari ini kita langsung menuju lantai 3 yaitu
ruang redaksi, karena presentasi akan dilaksanakan di ruang rapat staf redaksi.
Tim
enggak diacak atau diundi, tapi siapa yang berani tampil duluan, silakan maju.
Sebenarnya, gue udah mau maju pertama, tapi apa daya teman-teman se tim enggak
mau maju pertama. Akhirnya, kita maju kedua.
1.
Yang maju pertama adalah kelompoknya Mario,
Ambayu, Amelia, Nadia, dan Cahyani. Nama surat kabarnya GAIA MUDA, mereka mengangkat topik tentang Commuter Line.
2.
Jeng jeng! Saat Mbak Lastri bertanya siapa yang
mau maju berikutnya, gue, Guntur disusul Nadia, Farhah, Detha, dan Gita
langsung mengangkat tangan. Nama surat kabar kita JANGKAR, kita mengangkat tema kebudayaan Betawi.
3.
Lalu yang ketiga maju adalah kelompok Maya,
Iqbal, Nina, Andini, dan Zanya. Nama surat kabarnya EFEK+, mereka mengangkat tema drama atau teater.
4.
Yang keempat maju adalah kelompok Nabila, Hilel,
Ihza, Disha, Rachel, dan Eva kalau tidak salah. Nama surat kabarnya DINAKARA, mereka melakukan observasi ke
beberapa tempat, tempat yang anak muda lebih baik datangi sembari mendapat
ilmu.
5.
Selanjutnya, kelompok Livia, Tari, Adita, Daffa,
dan Agit. Nama surat kabarnya ENSIXCLOZIO,
mereka mengangkat tema perkembangan es krim di Jakarta.
6.
Terakhir adalah kelompok Bella, Toto, Afi, Hana,
Igna, dan Karin. Nama surat kabarnya PROMBASIX,
mengangkat tema tentang lego.
Kita juga diberi saran dan kritik
dari para pakar. Setelah presentasi dari jam 9 hingga jam 12, kita istirahat
sekaligus diberi waktu untuk merevisi surat kabar setiap tim hingga jam 3 sore.
Gita merasa kurang dengan hasilnya, maka dia menambahkan dan mengurangi yang
dia anggap perlu ataupun tidak perlu di meja karyawan grafis. Kita pun
menemaninya sebagai tim. Di sebelah Gita duduk ternyata ada karyawan desain
grafis, namanya Mas Salomo. Masya Allah meja kerjanya, penuh dengan
barang-barang koleksinya. Entah itu miniatur bangunan terkenal, bungkus makanan
dengan berbagai merek, foto anak istrinya, dan lainnya. “Kalau mejanya enggak
kayak gini, terus inspirasinya dari mana dong?” katanya saat gue bertanya
kenapa mejanya penuh banget. Iya juga sih, secara pekerjaannya adalah desain
grafis. Yang uniknya lagi, komputernya diubah posisinya seperti bentuk koran, vertikal.
Katanya, supaya lebih gampang menyesuaikan lay-out
yang di komputer dengan yang sudah dicetak nanti.
Jam 3 sore. Para kakak dari batch
sebelumnya sudah mulai berdatangan. Kita sebagai Batch VI harusnya menyuguhkan
suatu pertunjukkan untuk mereka. Latihan terkilat pun kita jalani. Belum hapal
teks, kita cuma briefing sebentar, karena sudah dipanggil menuju ruang tengah.
Dari Batch I ada perwakilan namanya Kak Claudia (reporter) kalau tidak salah,
dari Batch II perwakilan namanya Kak Firman (reporter), lalu dari Batch III
nama perwakilannya Kak Meutia (fotografer), lalu dari Batch IV ada Kak Abrar
(fotografer), terakhir dari Batch V ada Melinda (desain grafis). Dengan dipandu
Kak Ryan dan partner (lupa namanya), sharing dari batch-batch sebelumnya pun
dimulai. Seru-seru pengalamannya. Yang lucu adalah Kak Claudia belum tau
partner embedded nya dulu yang
bernama Mas Nico sampai sekarang. Pengalaman mereka ada juga yang kita alami,
ada juga pengalaman lucu mereka yang benar-benar cuma mereka yang mengalaminya.
Setelah para kakak yang sharing, gentian
giliran Batch VI yang bercerita. Perwakilannya ada Toto (reporter), Nina
(desain grafis), Ihza (reporter), Afi (videografer), dan Iqbal (fotografer).
Sharing tentang pengalaman-pengalaman selama 6 hari magang di Kompas. Lalu, ada
juga sharing dari kakak volunteer. Dari Batch I ada Kak Aksa, Batch V ada Dila.
Setelah acara sharing, acara pembagian hadiah, akhirnya waktunya untuk makan!
Setelah makan, ternyata ada pengumuman dari Batch V tentang inaugurasi Batch
VI. Setelah itu, kita foto-foto sebelum mengucap salam perpisahan di acara
magang ini. SEDIH!! :(
Alhamdulillah!
Bude apal bgt sampe detail-detailnya... hebat!!!
BalasHapus