Langsung ke konten utama

#ReadMood Mendaki Tangga Yang Salah : Chapter 1




Apa yang aku pikirkan setelah membaca Bab 1 ini adalah, “Sepertinya ada persamaan antara pembaca dan bahan yang dibaca.”

Boleh kalian katakan aku adalah orang paling sombong, tapi ini kenyataan. Sejak TK, bahkan Playgroup hingga SMP Kelas 1, aku selalu menduduki peringkat 3 teratas di kelas. Kebanggaan itu mungkin terasa di awal, tetapi sedikit demi sedikit menghilang karena hal itu sudah menjadi kebiasaan di tahun berikutnya. Tidak ada yang spesial.

Guru-guru memuji seperti biasa pada saat pembagian rapor. Bagiku, saat itu pelajaran tidak ada yang terlalu rumit, terlebih orangtua mendaftarkanku bermacam les dari akademik hingga non-akademik: sempoa, keyboard/piano, bahasa asing, menggambar, mengaji, kumon, menari, dan berenang. Lalu, aku menjadi Siswa Berprestasi di sekolah, mengikuti berbagai perlombaan, dan mendapat penghargaan. Jiwa kompetitif itu terbentuk.
Menurut buku ini, aku termasuk orang yang ‘tersaring’.

‘Tersaring’ memiliki arti bahwa kompetensiku sudah teruji, menjadi siswa paling baik di sekolah dan selalu patuh dengan aturan. Namun, yang mengagetkanku adalah ‘tersaring’ ini tidak terlalu baik untuk didefinisikan. Aku menemukan ketertarikan pada kata intensifier yang disebutkan buku ini.

Winston Churchill dan Glenn Gould adalah kasus yang menyenangkan untuk dibaca. Bukan karena cerita bahagia, tetapi karena aku bisa berefleksi terhadap kata intensifier yang ada di dalam diri mereka.

Intensifier diartikan sebagai kekuatan unik yang ada di dalam diri seseorang, yang pada umumnya dianggap negatif tetapi pada saat tertentu dapat menjadi hal positif. Ya, seperti Winston Churchill yang karena memiliki paranoia tinggi dapat menjadi perdana menteri. Dia tidak ingin ada yang bisa menghancurkan negaranya. Glenn Gould, pianis besar dunia yang ternyata memiliki sifat eksentrik dan tidak suka keramaian. Tapi mereka sukses! Dengan cara mereka, bukan dengan menjadi juara di kelas dan menuruti perintah orang lain.

Aku bertanya dalam hati, mencoba mencari jawaban atas alasan aku menjadi juara kelas, mendapat penghargaan, menuruti perintah guru. Lalu, aku mencoba memahami apa arti kesuksesan sebenarnya.

Yang aku butuhkan adalah masuk ke ‘kolam yang tepat’. Bab ini menyadarkanku kembali tentang passion, minat, dan ketertarikanku pada beberapa pekerjaan. Namun, jika dihubungkan dengan era saat ini, sepertinya tidak ada ‘kolam yang tepat’ untuk sebuah kesuksesan hakiki. Bukankah belajar tentang hal baru adalah suatu kelebihan dan menjadi keunggulan tersendiri? Iya, lebih tepatnya aku harus mengenali diriku sendiri. Jeng jeng!

Bagaimanapun, aku bangga menjadi orang yang ‘tersaring’. Aku yakin tidak kalah dengan para intensifier di luar sana. Walapun saat jatuh, dunia bagaikan ikut runtuh karena sejak dulu aku jarang tersandung, apalagi terjatuh. Sudah menjadi kewajiban manusia, jika merasa gagal dalam hidup, yang harus dilakukan adalah semakin mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Bab ini tidak menjelaskan itu, mungkin karena pandangan yang berbeda pula. Namun, aku tertarik untuk melanjutkan renungan ini untuk bab-bab selanjutnya. See ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

99 Cahaya di Langit Eropa Part 1 (Film)

Setelah baca novel karya Hanum Rais setahun yang lalu, akhirnya film itu muncul. 99 Cahaya di Langit Eropa akhirnya dijadikan film! Seneng banget lah dan hari pertama main, langsung pengen nonton, tapi baru kesampean kemarin, 8 Desember 2013 bareng temen-temen XI IPA 2 :D Gue mau review film 99 Cahaya di Langit Eropa ya, mohon maaf yang belum nonton, diliat dulu review-nya juga boleh hehe.             Hanum yang ikut dengan suaminya, Rangga--yang melanjutkan studinya di Wina--sempat merasa bosan. Hanum ingin pulang ke Indonesia, tetapi lambat laun, dengan orang dan lingkungan yang baru dikenalnya, seketika Hanum jatuh cinta terhadap Eropa! Semua berawal dari Hanum mengikuti kursus Bahasa Jerman. Dia bertemu seorang wanita berhijab yang ternyata bernama Fatma Pasha. Singkat cerita, Hanum banyak belajar dari seorang Fatma. Pelajaran paling berharga, yang membuat Hanum jatuh cinta terhadap Eropa adalah, ternyata banyak sekali rah...

Tepat 17 Tahun

Bismillahirrahmanirrahim.          Bismillah mulai hari ini, 26 Juli 2014, lebih mendekatkan diri padaNya. Gue tahu ini kewajiban, gue tahu ini akan jadi pertanggungjawaban Ayah di akhirat kelak. Ilmu yang gue sekarang punya, masih kurang. Semoga dengan keputusan gue ini (eh bukan keputusan, ini kesadaran gue akan kewajiban dari Dia kepada seluruh muslimah), akan banyak hikmah yang kelak gue dapat.          Teman-teman yang sudah mendorong gue terus, yang sudah mencontohkan, yang udah berhasil menyindir dengan segala cara (jahat ya wkwk), yang enggak ada bosan-bosannya mengingatkan gue dan nanyain terus kapan mulai, terima kasih banyak! Tanpa peran kalian, mungkin hanya ada sebatas niat tanpa implementasi. Semoga kebaikan kalian dibalas dengan yang lebih baik dari Yang Maha Pemberi Nikmat. Aamiin.          Dan ini yang baru gue inget! Gue lahir di Bogor, 7...

Eco Fun Go! Festival, Meet My New Family!

          Menjadi seorang volunteer Eco Fun Go! Festival adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Pandangan saya tentang volunteer menjadi lebih luas. Menjadi volunteer dalam acara besar ini ternyata tidak hanya menambah pengalaman saya, tetapi juga keluarga, informasi, juga motivasi baru. Mungkin terdengar ambisius, tetapi saat ada ‘lowongan’ untuk menjadi volunteer , hati saya tergerak untuk ikut karena sejujurnya jam terbang saya menjadi volunteer sangat minim. “Mungkin, ini kesempatan yang baik,” kata saya dalam hati waktu itu.            Apa yang membuat saya tertarik? Atau apa motivasi saya menjadi volunteer di Eco Fun Go! Festival? Ini adalah pertanyaan klise mungkin, kalau saja diadakan wawancara dari pihak Ecofun Community. Alhamdulillah, mereka sedang menyaring mahasiswa yang tinggal di sekitaran Bogor supaya mudah untuk mengadakan rapat dan segala persiapanny...