Pada tanggal 28
April 2017, tepatnya hari Jumat minggu lalu, Mahasiswa S1 Sekolah Bisnis
mengunjungi INACRAFT yang ke-19 di Jakarta Convention Center. Kunjungan ini
adalah sebagai pengganti tiga praktikum mata kuliah, yaitu Kreativitas dan
Inovasi Bisnis, Analisis Peluang Bisnis, dan Model Bisnis. Tujuan dari para
dosen mewajibkan kami mengunjungi pameran ini adalah untuk tugas individu dan
kelompok. Diharapkan kami menemukan inspirasi yang berujung ide untuk tugas
akhir nanti, sedangkan tugas kelompoknya yaitu mempresentasikan salah satu atau
lebih produk yang menginspirasi kami karena kami pun wajib mewawancarai owner
produk tersebut.
Perjalanan menuju JCC sangat
menyenangkan karena ditemani oleh Pak Suhe, Kang Asep, dan Bu Okty. Sesampainya
disana, tempat pameran terbagi atas beberapa kategori di beberapa ruangan.
Sejujurnya, saya sangat senang berada di JCC saat itu karena memanjakan mata.
Saya ingat stand pertama yang mencuri perhatian saya adalah Rosa Craft dari
Surabaya. Pemiliknya adalah bapak dan ibu yang sudah tidak lagi muda. Saya
terpesona dengan salah satu produknya yaitu miniatur orang memakai caping dan
sedang melakukan beberapa aktivitas, terbuat dari pelepah daun pisang dan goni.
Saya dan salah satu teman saya mewawancarai ibu si pemilik Rosa Craft sebentar.
Ternyata, ide awal beliau adalah membuat bunga kering dari kulit jagung. Beliau
melihat gap di masyarakat karena belum ada yang memproduksi bunga dari kulit
jagung. Rosa Craft berhasil masuk sebagai salah satu pengisi stand INACRAFT
sejak tahun 2007. Produk-produk dari Rosa Craft bahkan sudah terkenal hingga
Malaysia dan rutin mengekspor produknya kesana setiap bulan.
Salah satu produk Rosa Craft dari pelepah pisang dan goni |
Tidak hanya Rosa Craft, kelompok
kami sempat berhenti di beberapa stand menarik. Salah satu stand dari Solo,
yaitu Griya Lilin. Semua produknya berbahan baku lilin. Produk lilinnya tidak
sembarangan. Mayoritas pelanggannya adalah hotel-hotel yang membutuhkan display
makanan. Harga menyesuaikan dengan kualitas, rata-rata makanan yang dipesan
oleh hotel-hotel seharga Rp 500.000,00. Kalau hanya untuk pajangan di rumah dan
berukuran kecil, ada juga yang berada di kisaran harga Rp 30.000,00. Sayangnya,
owner Griya Lilin sudah pulang ke Solo sehari sebelum kami ke situ.
Replika 'Selat Solo' seharga Rp 500.000,00 |
Beranjak dari daerah kerajinan Solo,
kami menuju ke stand Bandung. Berhenti pada satu stand yang berisikan
lukisan-lukisan unik. Pemiliknya bernama Abu Djuhur. Beliau adalah seniman asal
Bandung yang menyukai dunia lukis. Lagi-lagi, sama seperti Rosa Craft, beliau
melihat gap bahwa belum ada yang menggunakan bambu sebagai bahan dasar untuk
melukis. Setiap lukisan beliau, selalu terlihat unsur bambu yang menjadikannya
khas Studio Lukis Abu Djuhur. Bahkan, saat kami wawancarai, beliau sedang
mengerjakan orderan yang harus selesai hari itu juga. Harga untuk setiap
lukisannya tidak tentu, dari sekitar Rp 2.000.000,00 sampai Rp 50.000.000,00.
Wawancara kami tidak begitu berjalan lancar karena beliau sedang sibuk
mengerjakan lukisannya.
Pulau Jawa memang penuh dengan
kerjainan-kerajinan unik. Kami tidak sengaja melihat salah satu stand yang
berisi display tutup toilet berhiaskan kerang laut dan teman-temannya. Untuk
menghilangkan kebingungan kami, akhirnya kami mewawancarai pemiliknya yang
ternyata asli Surabaya. Kami pun semakin ternganga saat tahu bahwa segmen pasar
utamanya adalah bukan Indonesia. Promosia Indonesia, begitu nama perusahaannya,
memang membuat produk ekspor karena menurutnya masyarakat Indonesia bukanlah
segmen yang tepat. Masyarakat luar negeri mayoritas menyukai estetika dan alat-alat
toiletris dari Promosia bisa memenuhi keinginan mereka. Mulai dari tutup
toilet, asbak, wastafel, ganjalan pintu, semua didesain sangat cantik. Harganya
bisa mencapai 1200 USD dan tidak ada syarat yang macam-macam untuk memasuki
pasar ekspor.
Kembali lagi ke Jawa Barat,
tepatnya Bandung. Kami terkesima dengan pisau-pisau yang dipajang di stand T.
Kardin Pisau Indonesia. T. Kardin Pisau Indonesia dikenal sebagai pelopor
pembuatan pisau modern. Pemiliknya, Teddy S. Kardin mendirikan perusahaan ini
sejak tahun 1992. Beliau sering terlibat di beberapa operasi militer dan
merupakan anggota Wanadri, jadi sudah sering berkutat dengan pisau. Presiden
ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono bahkan pernah memesan pisau ke perusahaan ini
seharga Rp 15.000.000,00. Beberapa contoh pisau hasil dari T. Kardin Pisau
Indonesia adalah Kujang, Siwah, dan Kerambit, bahkan gagang pisaunya ada yang
berasal dari tanduk rusa.
Begitu menginspirasinya
produk-produk mereka. Saya juga sangat senang karena salah satu produk saudara
saya juga membuka stand di INACRAFT, kalau yang belum tahu, silakan difollow Be
My Bean—produk tempat duduk dengan berbagai model yang nyaman untuk keluarga.
Pada
hari ini pun, saya memutuskan untuk membuat semacam Vlog yang bertujuan berbagi
pengalaman walaupun mungkin sudah banyak juga yang mengunjungi INACRAFT. So,
tunggu Vlog kita, ya! (faa)
Salam Pengusaha,
Raden Ajeng Faadhila R. M.
Komentar
Posting Komentar