Kau tahu, wanita yang kuat itu bisa menular? Ya, menularkan kekuatannya itu. Kuat yang kumaksud adalah bagaimana wanita tersebut bisa menghadapi segala kondisi dengan tabah dan tanpa mengeluh. Dalam konteks ini, akan kuceritakan dua wanita kuat dan tangguh itu. Ibu dan Eyang.
Apa
yang kau rasakan ketika seluruh tubuhmu melemah? Organ tubuhmu sudah tidak
berfungsi terlalu baik dan berdampak kepada aktivitasmu sehari-hari. Pikiranmu
menjadi bercabang, antara lelah dengan payahnya tubuh yang tak bisa bersinergi,
juga dengan hal-hal yang sepertinya harus dikerjakan tetapi terhambat kondisi.
Itu yang dialami Eyang Putriku. Mungkin kalian belum pernah merasakan menjadi
beliau, begitu pula aku yang setiap hari bertemu dengannya. Subuh pada hari itu,
saat tangan tanggapnya sedang mengangkat teko yang hampir mendidih, aktivitas
rutin paginya. Seperti sudah mendelegasikan tangannya hanya untuk mengangkat
teko beberapa puluh tahun terakhir, hal terburuk pun tidak pernah terbayangkan.
Sampai hal buruk itu pun terjadi. Faktor usia yang tidak dapat berbohong,
akhirnya berujung pada teko-yang-hampir-mendidih tersebut jatuh. Air panas
tersebut mengenai seluruh tangan kanannya, bagian pahanya, dan di beberapa
titik tubuhnya. Semua panik.
Aku
yang belum sepenuhnya sadar berada di dalam kamar mandi kaget mendengar Daffa
mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi. Dia meminta pasta gigi dan cara bicaranya
menunjukkan kepanikan. Setelah selesai wudhu dan keluar dari kamar mandi, aku
melihat eyang sudah duduk di sofa dikelilingi Daffa dan ibu. Beliau terlihat
panik, sangat panik, sembari selalu menyebut nama Allah. Aku pun berusaha tidak
panik karena hanya dengan diri yang tenang, aura tersebut bisa menular ke
beliau. Singkat cerita, selama 3 hari sebelum memutuskan untuk membawa beliau
ke rumah sakit, ibu sibuk mengurus eyang dan segala kesakitan yang dirasa. Aku
tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menjaganya saat menggantikan ibu, atau
membantunya saat makan dan mandi. Tetapi, beliau tidak pernah mengeluh. Beliau
ingin melakukannya sendiri selama bisa dilakukan sendiri. Pikiranku langsung
melayang mengingat masa lalu yang indah di Solo. Aku, Daffa, ibu, ayah, Eyang
Putri, dan Almarhum Eyang Kakung. Begitu bahagia saat liburan datang karena itu
saatnya kami menuju Solo dan menikmati segala hal yang ada disana. Eyang Putri
selalu membuatku merasa nyaman dan sangat disayang. Aku ingat saat ibu tidak membolehkan
aku makan nastar, eyang langsung mengamankan seloyang nastar di lemari ruang
tamu. Begitu ibu sedang tidur atau pergi atau di dapur, maka aku dan eyang
beraksi. Ah, aku rindu masa-masa itu. Masa dimana aku masih terlalu kecil memikirkan
masalah hidup. Masa dimana hidupku dipenuhi kejujuran dan belum memiliki beban
apapun. Masa dimana eyang begitu sehat dan gesit melakukan segala hal.
Selama
hampir dua minggu eyang terbaring lemah di kasur rumah sakit. Aku, ayah, ibu,
Daffa, Dzaka, bergiliran menjaga beliau. Kau tahu? Di kondisi ini, aku
bersepakat bahwa wanita kuat itu pasti menular. Kekuatan eyang yang menular ke
ibu. Kekuatan seorang ibu yang ditularkan ke anaknya.
Seorang
ibu wajib tangguh. Seorang ibu pantang mengeluh. Seorang ibu hanya bisa
menunjukkan rasa bahagianya kepada anaknya. Teori ibuku. Kuatnya eyang saat
sakit di usia yang ke-80, membawa dampak kepada kekuatan ibu. Setiap hari
hampir tidak pernah tidur selama menjaga eyang. Aku tahu ibu bukan superman,
power rangers, atau siapapun yang memiliki kekuatan ekstra. Ibu hanya manusia
biasa yang pasti juga memiliki batasan diri. Aku bahkan tahu bagaimana remuk
redam badannya yang setiap hari sudah mengurus aku, Dzaka, dan ayah. Lalu,
ditambah eyang yang sedang sakit dan fakta bahwa ibu adalah anak tunggalnya.
Sampai hari ini, detik ini, ibu masih terampil dan tanggap mengurus eyang.
Tidak ada keluhan. Apa memang begitu kalau seseorang sudah dianugerahi kekuatan
dari Yang Maha Pencipta?
Kadang,
acara atau kegiatan kuliahku sangat padat dan menuntut aku untuk tidak selalu
ada di rumah langsung saat pulang kuliah. Ibu tidak pernah mengeluh dan beliau
tidak berusaha untuk memintaku pulang jika keadaan tidak terlalu genting. Ya
Allah, anak macam apa aku ini? Bodoh jika aku pernah berpikir bahwa aku pulang
saat ditelpon saja. Aku juga sempat bertanya dalam hati, “Apa kekuatan itu
tidak tertular kepadaku, Ya Allah?” Aku benar-benar merasa bersalah. Saat ini,
saat eyang terbaring lemah, bahkan hari ini beliau masuk lagi ke rumah sakit,
aku hanya berjanji kepada diri sendiri.
“Aku
harus memprioritaskan seluruh anggota keluargaku saat ini dan ke depannya.
Harus.”
Ampuni
segala dosaku, kedua orangtuaku, kedua adikku, dan eyangku, Ya Allah. Berilah
kesembuhan kepada eyang, berilah kekuatan dan ketabahan selalu kepadanya dan
juga kepada kedua orangtuaku. Berilah kesabaran ekstra kepada ibuku. Berilah
rizki yang melimpah kepada kedua orangtuaku dan jauhilah mereka dari api
neraka. Aamiin.
Aku
berharap dan akan selalu berharap, aku bisa menjadi ibu dan eyang. Dua wanita
kuat. Dua wanita yang selalu bisa menularkan kebaikan di sekitarnya.
Anak
dan cucumu,
Raden
Ajeng Faadhila R. M.
Komentar
Posting Komentar