Langsung ke konten utama

Opportunity Loss



            

            Waktu memiliki sejuta makna jika masing-masing kita ingin mengartikannya lebih dalam. Dengannya, aku menghargai apapun dan siapapun yang mengisi hidupku. Tidak ada yang berani menghakimi waktu, walau kadangkala dia berjalan begitu cepat atau bahkan lebih lama dari biasanya. Hal yang tidak bisa kembali lagi, meskipun kita berdoa dan sujud tanpa kenal lelah kepadaNya. 

            Telah digariskan oleh Yang Maha Cinta bahwa setiap orang akan dipertemukan dengan pendamping hidup. Aku termasuk ciptaanNya, aku termasuk yang akan dipertemukan oleh sosok tersebut. Banyak orang yang telah aku temui, mulai dari pedagang kaki lima hingga pejabat negara. Berbagai macam watak dan karakter diri. Terkadang, aku penasaran, menginginkan waktu segera menunjukkan siapa sosok tersebut. Apakah sosok yang dijanjikan olehNya akan benar-benar aku temui di dunia? Atau takdir berkata lain bahwa aku akan bertemu dengannya di dunia kekal nanti? Pikiran itu tidak bisa dihilangkan rasanya dan aku yakin kalian pun begitu.

            Topik ini akhirnya menjadi obrolan favorit setiap orang, setidaknya setiap teman yang aku temui menyetujui pernyataanku. Bukan karena ingin cepat-cepat menuju pelaminan, bukan juga karena bosan dengan kuliah, tetapi begitu tertarik untuk mengetahui siapa yang Dia kirim. 

            Sosok tersebut adalah cerminan diri sendiri. Ini adalah fakta paling menarik. Bagaimana tidak? Semua orang berlomba dalam melakukan kebaikan, berbondong-bondong untuk memantaskan diri. Akan selalu begitu sampai mereka pada ‘muara’nya masing-masing, begitu pun aku.

            Selingan belajar Akuntansi Keputusan Bisnis. Pada akhirnya keputusan paling sulit adalah menentukan pendamping hidup. Mengutip dari dosen Makroekonomi Bisnis, Ibu Any Ratnawati, bahwa kehidupan setelah berkeluarga juga akan tetap menerapkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari. 

            Salah satunya adalah misalnya kaum hawa tidak diperbolehkan kerja yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh sang suami adalah

Opportunity Loss:
-          Gaji
-          Income
-          Waktu santai

HAPPY LEARNING! HAPPY READING!


Mahasiswa,
Raden Ajeng Faadhila Ramadhanti Mustikadewi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelak Tawa dari Beragam Budaya

Viva La Komtung, kawan! Bahagia banget sih ada kontes blog review SUCI 5, jadi gue bisa memaparkan betapa sukanya gue dengan Stand Up Comedy ini. Awal gue suka sama SUCI itu tahun 2011 akhir, dimana SUCI 1 berlangsung, dan entah bagaimana gue langsung jatuh cinta sama SUCI. Gue ikutin terus acara Stand Up Comedy, entah acara tapping atau festival. Nah, yang paling ditunggu, ya, acara SUCI di KompasTV ini. Enggak kerasa, sekarang Season 5 udah kelar, dan enggak nyangka juga, cinta gue terhadap SUCI masih sama seperti 3,5 tahun lalu.             Percaya atau enggak, gue mencatat urutan-urutan komika yang tampil dari episode pertama sampai akhir. Ini gue awali dengan urutan di episode pertama, ya. Dan inilah komika-komika hebat yang bisa masuk ke tahap Show: 1.        Muhamad Tomi (TOMY) 2.        Ichsan Danny (BAIM) 3.        Indra Frimawan (INDRA) 4.        Rizky Ubaidillah (UBAY) 5.        Muhammad Rizki (RIGEN) 6.        Anjas Wira Buana (ANJAS) 7.        Barry

Eco Fun Go! Festival, Meet My New Family!

          Menjadi seorang volunteer Eco Fun Go! Festival adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Pandangan saya tentang volunteer menjadi lebih luas. Menjadi volunteer dalam acara besar ini ternyata tidak hanya menambah pengalaman saya, tetapi juga keluarga, informasi, juga motivasi baru. Mungkin terdengar ambisius, tetapi saat ada ‘lowongan’ untuk menjadi volunteer , hati saya tergerak untuk ikut karena sejujurnya jam terbang saya menjadi volunteer sangat minim. “Mungkin, ini kesempatan yang baik,” kata saya dalam hati waktu itu.            Apa yang membuat saya tertarik? Atau apa motivasi saya menjadi volunteer di Eco Fun Go! Festival? Ini adalah pertanyaan klise mungkin, kalau saja diadakan wawancara dari pihak Ecofun Community. Alhamdulillah, mereka sedang menyaring mahasiswa yang tinggal di sekitaran Bogor supaya mudah untuk mengadakan rapat dan segala persiapannya, mengingat hanya punya waktu kurang dari sebulan. Dan, saya termasuk.           Tapi, sa

'What If' Melihat dari Sisi Yang Berbeda dari Orang Lain

 Emang bener ya, kalo sisi yang kita liat beda dari orang lain itu gimana rasanya. Beda gitu kan rasanya, terus jadi minoritas, terus minoritas juga pendukungnya, seperti ditelan bumi. Kenapa ya ide yang terkadang bagus malah ditolak? Alasannya? Keperluan mayoritas. Kesannya tuh jadi kayak "Ini kan punya kita, kenapa denger omongan orang yang malah nurunin kualitas?" Greget banget hahaha. Gue ngeliatnya kok malah jadi semaunya sendiri. Hak nya jadi cuma berat sebelah. Apa mungkin pihak itu belum mengerti, apa itu kerja dalam tim? Entahlah. Gue merasa kerja keras disini tidak berbanding lurus sama hasilnya kelak. Salah gue ya? Gak sih, gue nya aja belum terbiasa. Mungkin ini ujian. Kesenjangan sosial pun masih ada, heran. Diskriminasi pun masih terasa, jujur aja gue gak nyaman sama keadaan sekarang. Mungkin senyum gue itu berarti "sama sekali gak nyaman", makanya gue senyum. Maaf ya ini, tapi kenyataan, sedih gue juga, gak mau sok-sok senyum di depan orang.... Intin