Langsung ke konten utama

Teori vs Realita



Sudah berapa lama tangan ini tidak bergelut dengan keyboard seperti sekarang? Sudah terlalu ‘menyibukkan’ diri dengan urusan-urusan yang orang bilang PENTING. Membiarkan diri melupakan untuk menulis. Hehe, maaf, sedang mencoba melalui suatu proses :)
                Bertanya dengan diri sendiri mungkin terhitung beberapa kali lipat lebih banyak daripada bertanya kepada orang lain. Iya, kan?
                Kadang merasa jauh dari keramaian dan ikut dalam keramaian dalam satu waktu. Kadang merasa sendiri dan bersama-sama dalam satu waktu. Sering merasa cuek dan peduli dalam satu waktu, juga merasa terasing dan diperhatikan dalam satu waktu. Ada apa ya? Apa memang ini yang orang-orang mungkin pernah rasakan?
                Otak ini sudah berputar beberapa kali untuk bisa mengetahui perspektif setiap orang. Berusaha menyesuaikan setiap perkataan saat berbincang.  Apa itu salah? Gue tahu “Be a better person, but still be yourself” itu bener, tapi menyesuaikan diri dengan cara pandang orang lain itu juga harus, kan? Sampai sekarang pun gue belum paham dengan teori “menyesuaikan dengan perspektif orang lain” walaupun  gue sudah berusaha melakukannya selama ini. Maybe anyone help me to answer this question?
                Gue juga bingung dengan hubungan keluarga, hubungan sepasang kekasih, dan hubungan teman. Teori yang ada adalah seseorang paling dekat dengan keluarganya, di pelajaran PKN kelas 2 SD gue belajar itu. Seiring naik jenjang, teori seperti selalu kalah dengan realita. Hari spesial seseorang belum tentu diingat keluarganya, misalnya ulang tahun, tapi malah selalu dibuat berharga oleh sahabat, bahkan kekasihnya. Masalah seseorang yang pada teorinya harusnya diceritakan kepada ibu dan ayah, sekarang malah menjadi salah satu sesi obrolan dengan teman-teman. Jadi, seseorang di rumah itu untuk apa? Melakukan apa saja dengan orang tua? Atau, teori harus rutin diganti seiring bergantinya zaman?
                Maaf untuk diri sendiri, kalau diri ini sekarang belum bisa menjadi orang yang “do the whole things by my own way”. Teori-teori yang terkalahkan oleh realita itu yang saat ini masih mengganggu pikiran. Jujur, susah mengungkapkan masalah ini dengan kata-kata. Terlalu banyak misteri yang ingin diungkap. Maka tercetuslah kata-kata, “Jika ingin mengarungi dunia, tidak cukup dengan hanya memiliki satu ilmu”.
Sejatinya, manusia memang tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada di dalam dirinya. Rasa penasaran tidak pernah bisa disembunyikan. Jadi, biarkan setiap jiwa menjalankan hidupnya dengan caranya masing-masing. Walaupun seperti gue, belum merasa jadi diri sendiri, tapi gue mencoba menjalankan ‘perasaan’ itu dengan cara gue.
Curi dengar dari dua orang teman yang hebat, “The Power of No Judging”. Hal yang seharusnya orang-orang lakukan di masa ini. Tapi, realita yang ada adalah “Let’s Judge Someone”. Lagi-lagi realita mendepak habis teori.
Ya Rabb, berikan petunjukmu. Hamba yang sedang menulis ini sangat ingin dituntun, ditutupkan jalan kanan dan kirinya yang bisa menjerumuskan, dan selalu ingin diterangkan jiwanya. Aamiin aamiin ya Rabb…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

99 Cahaya di Langit Eropa Part 1 (Film)

Setelah baca novel karya Hanum Rais setahun yang lalu, akhirnya film itu muncul. 99 Cahaya di Langit Eropa akhirnya dijadikan film! Seneng banget lah dan hari pertama main, langsung pengen nonton, tapi baru kesampean kemarin, 8 Desember 2013 bareng temen-temen XI IPA 2 :D Gue mau review film 99 Cahaya di Langit Eropa ya, mohon maaf yang belum nonton, diliat dulu review-nya juga boleh hehe.             Hanum yang ikut dengan suaminya, Rangga--yang melanjutkan studinya di Wina--sempat merasa bosan. Hanum ingin pulang ke Indonesia, tetapi lambat laun, dengan orang dan lingkungan yang baru dikenalnya, seketika Hanum jatuh cinta terhadap Eropa! Semua berawal dari Hanum mengikuti kursus Bahasa Jerman. Dia bertemu seorang wanita berhijab yang ternyata bernama Fatma Pasha. Singkat cerita, Hanum banyak belajar dari seorang Fatma. Pelajaran paling berharga, yang membuat Hanum jatuh cinta terhadap Eropa adalah, ternyata banyak sekali rah...

Tepat 17 Tahun

Bismillahirrahmanirrahim.          Bismillah mulai hari ini, 26 Juli 2014, lebih mendekatkan diri padaNya. Gue tahu ini kewajiban, gue tahu ini akan jadi pertanggungjawaban Ayah di akhirat kelak. Ilmu yang gue sekarang punya, masih kurang. Semoga dengan keputusan gue ini (eh bukan keputusan, ini kesadaran gue akan kewajiban dari Dia kepada seluruh muslimah), akan banyak hikmah yang kelak gue dapat.          Teman-teman yang sudah mendorong gue terus, yang sudah mencontohkan, yang udah berhasil menyindir dengan segala cara (jahat ya wkwk), yang enggak ada bosan-bosannya mengingatkan gue dan nanyain terus kapan mulai, terima kasih banyak! Tanpa peran kalian, mungkin hanya ada sebatas niat tanpa implementasi. Semoga kebaikan kalian dibalas dengan yang lebih baik dari Yang Maha Pemberi Nikmat. Aamiin.          Dan ini yang baru gue inget! Gue lahir di Bogor, 7...

Eco Fun Go! Festival, Meet My New Family!

          Menjadi seorang volunteer Eco Fun Go! Festival adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Pandangan saya tentang volunteer menjadi lebih luas. Menjadi volunteer dalam acara besar ini ternyata tidak hanya menambah pengalaman saya, tetapi juga keluarga, informasi, juga motivasi baru. Mungkin terdengar ambisius, tetapi saat ada ‘lowongan’ untuk menjadi volunteer , hati saya tergerak untuk ikut karena sejujurnya jam terbang saya menjadi volunteer sangat minim. “Mungkin, ini kesempatan yang baik,” kata saya dalam hati waktu itu.            Apa yang membuat saya tertarik? Atau apa motivasi saya menjadi volunteer di Eco Fun Go! Festival? Ini adalah pertanyaan klise mungkin, kalau saja diadakan wawancara dari pihak Ecofun Community. Alhamdulillah, mereka sedang menyaring mahasiswa yang tinggal di sekitaran Bogor supaya mudah untuk mengadakan rapat dan segala persiapanny...