Gue
punya tiket. Tiket ini adalah modal gue untuk bisa ke booth makanan, photo
booth, juga booth permainan di suatu festival. Tiket yang gue pegang tidak
boleh hilang ataupun rusak, karena itu bisa menyebabkan gue tidak bisa ke
booth-booth tersebut dan hanya bisa melihat orang-orang yang asyik berkunjung
ke sana. Jadi, gue harus memegang tiket dengan hati-hati, menjaganya agar tidak
hilang, juga rusak. Gue harus memikirkan cara untuk mempertahankan tiket itu
supaya aman dan tidak diambil siapapun, karena bisa saja tangan jahil
mengambilnya. Di tiket itu tertera beberapa kolom yang menandakan booth yang
berbeda yang bisa gue kunjungi. Gue sudah membayangkan bagaimana senangnya gue
berada di festival itu dan berhasil mengunjungi booth-booth tersebut, tentu
akan menjadi momen yang tidak terlupakan dan akan menjadi semakin meriah. Gue
bisa mengunjungi booth-booth dengan bebas, tidak diatur harus ke booth mana
dulu, sebebas gue, semampu kaki gue berjalan ke booth terdekat atau malah yang
terjauh. Tetapi yang jelas, gue bisa ke semua booth yang ada di festival itu,
karena gue punya tiket.
Sekiranya, begitu keadaan hidup jika
dianalogikan. Sementara ini tiket sudah di tangan. Yang dimaksud tiket adalah
karakter orang itu. Di sini gue mempunyai karakter yang berbeda dengan orang
lain. Inilah modal gue untuk bisa membuat festival semakin meriah. Festival yang
dimaksud adalah hidup. Hidup yang di dalamnya penuh keindahan dan begitu
mengasyikkan. Berisi mimpi-mimpi semua yang berjiwa dan berakal. Tentu satu
mimpi tidak hanya milik satu orang. Bayangkan jika mimpi menjadi seorang CEO
hanya milik gue, lalu untuk apa? Tidak ada saingan dan tidak ada teman diskusi,
hambar. Hal lain misalnya, jika menjadi pegawai kantoran hanya milik satu orang,
apa ada perusahaan yang mempunyai satu pegawai? Semua orang bisa bermimpi jadi
pegawai, namun tidak semua bisa mencapai mimpi menjadi pegawai. Maka, dibutuhkan
apa yang namanya karakter. Sama hal nya dengan analogi di atas bahwa tidak
hanya satu orang yang ingin ke booth makanan, tidak hanya satu orang yang ingin
berpose di photo booth, maka dibutuhkan juga tiket untuk bisa mengunjungi
booth-booth itu. Hanya yang mempunyai karakter baik yang akan diterima
masyarakat dan bisa mencapai mimpi-mimpinya. Mimpi-mimpi disini diibaratkan
dengan booth-booth. Itu sebabnya karakter harus dijaga, harus dipertahankan
agar tidak ada orang lain yang bisa menjatuhkan, agar tidak ada orang yang bisa
membelokkan hati. Berpikirlah bagaimana cara membangun karakter itu agar selalu
kuat dan merekat dengan diri ini.
Gue punya tiket, ingin sekali
mengunjungi booth-booth tersebut karena ada dalam daftar yang harus gue
kunjungi. Jika karakter gue rusak atau gue tidak teguh pada pendirian gue,
artinya tiket itu hilang atau rusak, gue tidak bisa menggapai mimpi-mimpi itu.
Gue hanya bisa diam di bawah naungan langit yang indah, di antara keagungan
Allah yang Dia ciptakan. Gue, enggak ada gunanya. Bisa dibilang sekarang adalah
proses untuk itu, untuk membangun karakter agar gue bisa bebas. Bebas memilih
mimpi yang mana dulu yang akan diraih, selagi kaki gue mampu melangkah dan akal
gue masih berfungsi untuk berpikir. Alangkah indahnya, sungguh menyenangkan
jika semua mimpi gue bisa tercapai. Tentu mimpi gue terbagi, antara jangka
pendek dan jangka panjang. Sebenarnya bebas gue memilih, tetapi alangkah
baiknya bertahap. Mengapa gue menulis tentang ini? Tentang tiket dan mimpi?
Sungguh, tidak ada manusia yang sempurna, dan tidak ada manusia yang bisa hidup
sendiri. Hambatan hidup juga ada yang bisa dihadapi sendiri atau dengan bantuan
orang lain. Gue yakin masalah ini hanya perlu bantuan keluarga, tapi cukup
lelah untuk sekarang gue berpikir. Tiba-tiba ingin menumpahkan sebuah tulisan agar
lelah ini berkurang.
Hanya sebuah analogi, mungkin bisa
beragam dianalogikan, jika masalah yang sedang dihadapi juga berbeda. Berusaha
tidak mengeluh dan terus berusaha, karena gue tahu ini yang disebut ‘setiap awal itu butuh perjuangan.’ Perjuangan
yang berujung indah, jika direncanakan demikian.
Yang
Sedang Terbelit Pikiran,
Raden
Ajeng Faadhila Ramadhanti M.
Komentar
Posting Komentar