Langsung ke konten utama

[TIKET]

Gue punya tiket. Tiket ini adalah modal gue untuk bisa ke booth makanan, photo booth, juga booth permainan di suatu festival. Tiket yang gue pegang tidak boleh hilang ataupun rusak, karena itu bisa menyebabkan gue tidak bisa ke booth-booth tersebut dan hanya bisa melihat orang-orang yang asyik berkunjung ke sana. Jadi, gue harus memegang tiket dengan hati-hati, menjaganya agar tidak hilang, juga rusak. Gue harus memikirkan cara untuk mempertahankan tiket itu supaya aman dan tidak diambil siapapun, karena bisa saja tangan jahil mengambilnya. Di tiket itu tertera beberapa kolom yang menandakan booth yang berbeda yang bisa gue kunjungi. Gue sudah membayangkan bagaimana senangnya gue berada di festival itu dan berhasil mengunjungi booth-booth tersebut, tentu akan menjadi momen yang tidak terlupakan dan akan menjadi semakin meriah. Gue bisa mengunjungi booth-booth dengan bebas, tidak diatur harus ke booth mana dulu, sebebas gue, semampu kaki gue berjalan ke booth terdekat atau malah yang terjauh. Tetapi yang jelas, gue bisa ke semua booth yang ada di festival itu, karena gue punya tiket.
            Sekiranya, begitu keadaan hidup jika dianalogikan. Sementara ini tiket sudah di tangan. Yang dimaksud tiket adalah karakter orang itu. Di sini gue mempunyai karakter yang berbeda dengan orang lain. Inilah modal gue untuk bisa membuat  festival semakin meriah. Festival yang dimaksud adalah hidup. Hidup yang di dalamnya penuh keindahan dan begitu mengasyikkan. Berisi mimpi-mimpi semua yang berjiwa dan berakal. Tentu satu mimpi tidak hanya milik satu orang. Bayangkan jika mimpi menjadi seorang CEO hanya milik gue, lalu untuk apa? Tidak ada saingan dan tidak ada teman diskusi, hambar. Hal lain misalnya, jika menjadi pegawai kantoran hanya milik satu orang, apa ada perusahaan yang mempunyai satu pegawai? Semua orang bisa bermimpi jadi pegawai, namun tidak semua bisa mencapai mimpi menjadi pegawai. Maka, dibutuhkan apa yang namanya karakter. Sama hal nya dengan analogi di atas bahwa tidak hanya satu orang yang ingin ke booth makanan, tidak hanya satu orang yang ingin berpose di photo booth, maka dibutuhkan juga tiket untuk bisa mengunjungi booth-booth itu. Hanya yang mempunyai karakter baik yang akan diterima masyarakat dan bisa mencapai mimpi-mimpinya. Mimpi-mimpi disini diibaratkan dengan booth-booth. Itu sebabnya karakter harus dijaga, harus dipertahankan agar tidak ada orang lain yang bisa menjatuhkan, agar tidak ada orang yang bisa membelokkan hati. Berpikirlah bagaimana cara membangun karakter itu agar selalu kuat dan merekat dengan diri ini.
            Gue punya tiket, ingin sekali mengunjungi booth-booth tersebut karena ada dalam daftar yang harus gue kunjungi. Jika karakter gue rusak atau gue tidak teguh pada pendirian gue, artinya tiket itu hilang atau rusak, gue tidak bisa menggapai mimpi-mimpi itu. Gue hanya bisa diam di bawah naungan langit yang indah, di antara keagungan Allah yang Dia ciptakan. Gue, enggak ada gunanya. Bisa dibilang sekarang adalah proses untuk itu, untuk membangun karakter agar gue bisa bebas. Bebas memilih mimpi yang mana dulu yang akan diraih, selagi kaki gue mampu melangkah dan akal gue masih berfungsi untuk berpikir. Alangkah indahnya, sungguh menyenangkan jika semua mimpi gue bisa tercapai. Tentu mimpi gue terbagi, antara jangka pendek dan jangka panjang. Sebenarnya bebas gue memilih, tetapi alangkah baiknya bertahap. Mengapa gue menulis tentang ini? Tentang tiket dan mimpi? Sungguh, tidak ada manusia yang sempurna, dan tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Hambatan hidup juga ada yang bisa dihadapi sendiri atau dengan bantuan orang lain. Gue yakin masalah ini hanya perlu bantuan keluarga, tapi cukup lelah untuk sekarang gue berpikir. Tiba-tiba ingin menumpahkan sebuah tulisan agar lelah ini berkurang.
            Hanya sebuah analogi, mungkin bisa beragam dianalogikan, jika masalah yang sedang dihadapi juga berbeda. Berusaha tidak mengeluh dan terus berusaha, karena gue tahu ini yang disebut ‘setiap awal itu butuh perjuangan.’ Perjuangan yang berujung indah, jika direncanakan demikian.

Yang Sedang Terbelit Pikiran,

Raden Ajeng Faadhila Ramadhanti M. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelak Tawa dari Beragam Budaya

Viva La Komtung, kawan! Bahagia banget sih ada kontes blog review SUCI 5, jadi gue bisa memaparkan betapa sukanya gue dengan Stand Up Comedy ini. Awal gue suka sama SUCI itu tahun 2011 akhir, dimana SUCI 1 berlangsung, dan entah bagaimana gue langsung jatuh cinta sama SUCI. Gue ikutin terus acara Stand Up Comedy, entah acara tapping atau festival. Nah, yang paling ditunggu, ya, acara SUCI di KompasTV ini. Enggak kerasa, sekarang Season 5 udah kelar, dan enggak nyangka juga, cinta gue terhadap SUCI masih sama seperti 3,5 tahun lalu.             Percaya atau enggak, gue mencatat urutan-urutan komika yang tampil dari episode pertama sampai akhir. Ini gue awali dengan urutan di episode pertama, ya. Dan inilah komika-komika hebat yang bisa masuk ke tahap Show: 1.        Muhamad Tomi (TOMY) 2.        Ichsan Danny (BAIM) 3.        Indra Frimawan (INDRA) 4.        Rizky Ubaidillah (UBAY) 5.        Muhammad Rizki (RIGEN) 6.        Anjas Wira Buana (ANJAS) 7.        Barry

Eco Fun Go! Festival, Meet My New Family!

          Menjadi seorang volunteer Eco Fun Go! Festival adalah pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Pandangan saya tentang volunteer menjadi lebih luas. Menjadi volunteer dalam acara besar ini ternyata tidak hanya menambah pengalaman saya, tetapi juga keluarga, informasi, juga motivasi baru. Mungkin terdengar ambisius, tetapi saat ada ‘lowongan’ untuk menjadi volunteer , hati saya tergerak untuk ikut karena sejujurnya jam terbang saya menjadi volunteer sangat minim. “Mungkin, ini kesempatan yang baik,” kata saya dalam hati waktu itu.            Apa yang membuat saya tertarik? Atau apa motivasi saya menjadi volunteer di Eco Fun Go! Festival? Ini adalah pertanyaan klise mungkin, kalau saja diadakan wawancara dari pihak Ecofun Community. Alhamdulillah, mereka sedang menyaring mahasiswa yang tinggal di sekitaran Bogor supaya mudah untuk mengadakan rapat dan segala persiapannya, mengingat hanya punya waktu kurang dari sebulan. Dan, saya termasuk.           Tapi, sa

'What If' Melihat dari Sisi Yang Berbeda dari Orang Lain

 Emang bener ya, kalo sisi yang kita liat beda dari orang lain itu gimana rasanya. Beda gitu kan rasanya, terus jadi minoritas, terus minoritas juga pendukungnya, seperti ditelan bumi. Kenapa ya ide yang terkadang bagus malah ditolak? Alasannya? Keperluan mayoritas. Kesannya tuh jadi kayak "Ini kan punya kita, kenapa denger omongan orang yang malah nurunin kualitas?" Greget banget hahaha. Gue ngeliatnya kok malah jadi semaunya sendiri. Hak nya jadi cuma berat sebelah. Apa mungkin pihak itu belum mengerti, apa itu kerja dalam tim? Entahlah. Gue merasa kerja keras disini tidak berbanding lurus sama hasilnya kelak. Salah gue ya? Gak sih, gue nya aja belum terbiasa. Mungkin ini ujian. Kesenjangan sosial pun masih ada, heran. Diskriminasi pun masih terasa, jujur aja gue gak nyaman sama keadaan sekarang. Mungkin senyum gue itu berarti "sama sekali gak nyaman", makanya gue senyum. Maaf ya ini, tapi kenyataan, sedih gue juga, gak mau sok-sok senyum di depan orang.... Intin